Jakarta, CNN Indonesia -- Warga Bukit Duri, Jakarta Selatan, menuntut Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membayar ganti untung atas penggusuran rumah mereka. Pasalnya, tanah milik warga yang digunakan untuk proyek normalisasi Kali Ciliwung hingga saat ini belum mendapatkan ganti untung yang layak.
Kuasa hukum warga, Vera Soemarwi mengatakan, rumah susun sewa (rusunawa) yang mestinya diterima warga penggusuran juga justru diterima pihak lain yang bukan warga Bukit Duri.
“Hal ini diperparah dengan banyaknya orang yang menerima rusun lebih dari dua unit, padahal dia hanya berhak memiliki satu unit,” ujar Vera dalam sidang gugatan
class action warga Bukit Duri di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (29/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Vera menilai, Pemprov DKI telah melakukan tindak kejahatan dengan melakukan penggusuran paksa pada empat rukun warga (RW) di Bukit Duri. Penggusuran ini secara berturut-turut dilakukan pada 4 Januari 2016 di RT 10, 11, dan 12 yang ada di RW 10, kemudian pada tanggal 28, 29, 30 September 2016, serta 1 dan 3 Oktober 2016 di sisa rumah wilayah RW 10, 11, dan 12.
Pemprov DKI juga dianggap telah mengubah penataan ruang di wilayah Bukit Duri tanpa partisipasi dan melibatkan warga yang terdampak.
Vera menegaskan, tuntutan ini tak hanya bagi Pemprov DKI selaku tergugat I, namun juga pihak yang turut tergugat, di antaranya yakni Pemerintah Kota Jakarta Selatan dan Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) sebagai pelaksana proyek.
Para pihak tergugat, lanjut Vera, juga dianggap melanggar kewajiban untuk memberi informasi yang sesungguhnya terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara benar dan akurat. Informasi ini adalah soal tanah yang digunakan untuk proyek normalisasi, pengadaaan tanah untuk kepentingan umum, dan penjelasan tentang ganti untung bagi warga.
Perbuatan itu, menurutnya, telah melanggar ketentuan dalam UU Lingkungan Hidup Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam UU tersebut disebutkan bahwa setiap orang yang memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan, atau merusak informasi yang diperlukan untuk pengelolaan lingkungan hidup dapat dipidana penjara dan denda maksimal Rp1 miliar.
“Maka sudah sepatutnya para tergugat dihukum untuk membayar ganti untung dan memulihkan hak-hak warga Bukit Duri,” katanya.
Pihak Pemprov DKI sebelumnya menilai sejumlah dalil dari penggugat tak memiliki landasan hukum, salah satunya soal klaim warga atas kepemilikan tanah. Gugatan yang diajukan warga juga dianggap tak lagi relevan.
Dalam gugatan awal, warga Bukit Duri meminta Pemprov DKI tak melakukan penggusuran dan menghentikan kegiatan normalisasi Kali Ciliwung. Namun faktanya, proses penggusuran tetap dilakukan. Selain itu hampir seluruh warga yang terdampak telah direlokasi ke rusun Rawa Bebek, Jakarta Timur.
Sebelumnya, perwakilan warga Bukit Duri menyatakan sidang gugatan
class action tetap dilanjutkan meski Pemprov DKI telah menertibkan bangunan warga. Ada sekitar 440 rumah milik warga Bukit Duri yang digusur. Mereka menilai Pemprov DKI telah menghilangkan barang bukti, padahal proses gugatan masih berjalan di pengadilan. Gugatan kelompok ini dilayangkan pada 10 Mei 2016 ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Pada awal Agustus lalu, majelis hakim telah mengimbau Pemprov DKI menghentikan sementara proyek normalisasi Kali Cliwung selama persidangan. Namun Pemprov DKI tetap menggusur tempat tinggal warga.
(rel/rel)