Jakarta, CNN Indonesia -- Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kembali menggelar sidang gugatan
class action atau perwakilan kelompok warga Bukit Duri, Jakarta Selatan.
Dalam sidang kali ini, tidak ada perubahan materi gugatan meski Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah melakukan penggusuran pada akhir September lalu. Gugatan warga tetap sama yaitu menuntut penghentian normalisasi Sungai Ciliwung dan menyetop penggusuran rumah warga di RW 10, 11, dan 12 Bukit Duri.
Kuasa hukum warga Bukit Duri, Vera Soemarwi meminta pihak tergugat, yaitu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC), dan Pemerintah Kota Jakarta Selatan, untuk membayar ganti rugi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tidak tanggung-tanggung, kelompok warga Bukit Duri memintah Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok membayar ganti rugi sebesar Rp1,7 triliun atas penggusuran yang telah dilakukan. Dia juga meminta pembayaran ganti rugi imateriil sebesar Rp104 juta.
Ganti rugi itu sebagai dampak dari hilangnya hak warga akibat tanah dan bangunan yang diambil alih para tergugat. Hak ini berupa hak atas pekerjaan, pendidikan, dan penghidupan yang layak.
Pihak tergugat juga dianggap tak memberikan ganti rugi yang layak bagi warga. Padahal, kata Vera, sejumlah warga Bukit Duri yang tergusur memiliki bukti kepemilikan sah atas tanah dan bangunan yang mereka tempati.
Sementara ganti rugi berupa rumah susun Rawa Bebek, di Jakarta Timur dianggap tak layak bagi warga.
Dalam Analisis mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang dikeluarkan BBWSCC menyebutkan, tanah milik warga yang mempunyai sertifikat atau akta jual beli wajib diberikan ganti rugi.
"Tapi ganti rugi ini tidak dilakukan pihak tergugat," ujar Vera saat memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, Selasa (18/10).
Dalam gugatan ini terjadi penambahan jumlah warga yang bergabung yakni dari 59 menjadi 93 keluarga. "Substansi gugatan tidak ada yang diubah. Tapi ada penambahan 34 keluarga yang masuk dalam materi gugatan," kata Vera.
Penambahan jumlah penggugat ini, kata Vera, telah disetujui majelis hakim pada persidangan September lalu. Pihaknya juga telah melampirkan fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) milik warga dalam berkas gugatan.
Sidang akan dilanjutkan dengan agenda mendengarkan tanggapan dari pihak tergugat pada 8 November mendatang. Lamanya jeda waktu persidangan ini sempat diprotes pihak kuasa hukum warga. Pihak tergugat beralasan butuh waktu cukup lama mengumpulkan data untuk menjawab tuntutan penggugat.
Klarifikasi wargaDitemui usai persidangan, kuasa hukum tergugat, Firman Candra mengatakan, jeda waktu selama tiga pekan akan digunakan pihaknya untuk mengklarifikasi jumlah warga yang bergabung sebagai penggugat.
Sebab dari data yang dia miliki, warga yang menyatakan tidak setuju penggusuran hanya menempati 20 peta bidang saja. Sementara kuasa hukum warga menyebutkan ada penambahan jumlah penggugat sebanyak 34 keluarga.
Firman ingin membuktikan apakah 34 keluarga itu benar-benar warga Bukit Duri atau bukan. Firman khawatir, penambahan ini didapatkan dari warga di luar RW 10, 11, dan 12 Bukit Duri.
"Kami butuh waktu tiga pekan untuk melakukan klarifikasi, karena esensi mereka harus sesuai siapa yang menempati objek gugatan," ucapnya.
Firman juga meminta bukti fotokopi asli dari warga yang bergabung sebagai penggugat. Sementara terkait tuntutan ganti rugi yang diajukan penggugat, dia menilai jumlahnya tak masuk akal.
Pasalnya, Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) atas tanah yang ditempati warga harganya hanya berkisar Rp200 juta. Namun mereka menuntut ganti rugi hingga triliunan rupiah. Dia juga mempertanyakan warga yang mengklaim mempunyai sertifikat resmi atas kepemilikan tanah tersebut.
"Kalau memang betul mereka memiliki sertifikat kenapa waktu itu tidak dijual ke Pemprov. Kalau yang kami tahu, mereka tidak ada yang punya sertifikat," tuturnya.
Pada awal Agustus, majelis hakim memutuskan menerima gugatan perwakilan kelompok yang diajukan warga Bukit Duri, Jakarta Selatan.
Majelis hakim berpendapat anggota kelompok tidak pernah keberatan dengan pengajuan gugatan yang dilakukan oleh perwakilannya. Di sisi lain, majelis pun menolak sejumlah alasan keberatan yang diajukan Pemerintah Provinsi DKI, BBWSCC, maupun Pemerintah Kota Jakarta Selatan.
Gugatan kelompok itu dilayangkan pada 10 Mei 2016 ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Ada sekitar 440 rumah milik warga di RW 10, 11, dan 12 Bukit Duri yang telah digusur.
(rel/obs)