Hakim Agung Artidjo Minta KPK Tak Ragu Jerat Pidana Korporasi

Priska Sari Pratiwi | CNN Indonesia
Jumat, 02 Des 2016 05:45 WIB
Peraturan Mahkamah Agung tentang tindak pidana korporasi segera rampung dalam waktu dekat. Hakim Agung Artidjo Alkostar meminta KPK tak lagi ragu.
Hakim Agung Artidjo Alkostar meminta KPK tak lagi ragu menjerat pidana para korporasi dalam kasus korupsi. (CNNIndonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Peraturan Mahkamah Agung (Perma) tentang tindak pidana korporasi akan segera rampung dalam waktu dekat. Hakim Agung Artidjo Alkostar meminta Komisi Pemberantasan Korupsi tak lagi ragu menjerat pidana korporasi usai pengesahan Perma tersebut.

"Setelah ini saya rasa enggak ada lagi (keraguan). KPK akan pelatihan bersama kepolisian, kejaksaan, penyidik, dan hakim soal Perma ini," ujar Artidjo di Balai Kartini, Jakarta, Kamis (1/12).

KPK sebelumnya ragu lantaran belum ada aturan jelas dalam penjeratan korporasi. Selain itu, jenis kelamin, agama, maupun tanggal lahir juga menjadi kendala karena harus disebutkan sebagai syarat formal dalam surat dakwaan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lebih lanjut Artidjo menuturkan, penjeratan pidana nantinya akan dibebankan pada pihak yang bertanggung jawab dalam penyusunan Anggaran Dasar atau Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) korporasi terkait. Hal ini bertujuan menghindari tumpang tindih pertanggungjawaban korporasi.

"Dalam anggaran dasar setiap perusahaan ada yang bertanggung jawab. Nanti diatur mengikuti itu," katanya.

Kepala Kamar Pidana MA ini tak dapat memastikan tepatnya waktu pengesahan Perma tersebut. Menurutnya, tak menutup kemungkinan Perma tersebut disahkan mendadak.

"Setiap saat bisa saja (disahkan). Tapi yang penting saat ini sudah lengkap," kata Artidjo.

Perma itu sebelumnya dibahas dalam simposium yang diinisiasi oleh MA. Beberapa lembaga terkait seperti KPK, polisi, dan Kejaksaan Agung turut menggodok bersama peraturan tersebut, namun hingga kini belum juga ditandatangani.

Sebelumnya sudah ada beberapa undang-undang yang mengatur tentang kejahatan korporasi. Di antaranya adalah UU Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), UU Nomor 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dan UU Nomor 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Namun UU itu dianggap belum cukup kuat karena konteks kejahatan di bidang lingkungan hidup, perlindungan konsumen, mengabaikan keselamatan kerja, perpajakan, dan lainnya tidak dapat menjadi ruang lingkup KPK tanpa ada unsur tindak pidana korupsi dan suap menyuap. Terlebih selama ini banyak kejahatan korporasi yang mengacu pada KUHAP. Sedangkan KUHAP belum mengatur mengenai tindak pidana korporasi. (rel/rel)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER