Tersangka Penyuap Pejabat Bakamla Ada di Luar Negeri

Priska Sari Pratiwi | CNN Indonesia
Jumat, 16 Des 2016 15:32 WIB
Dirut PT MTI Fahmi Darmawansyah diimbau untuk pulang ke Indonesia dan menyerahkan diri. Fahmi diduga menyuap Deputi Bakamla terkait proyek monitoring satelit.
KPK mengimbau Dirut PT MTI Fahmi Darmawansyah untuk pulang ke Indonesia dan menyerahkan diri. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan Direktur Utama PT Melati Technofo Indonesia (MTI) Fahmi Darmawansyah kini berada di luar negeri. Tersangka penyuap pejabat Bakamla itu telah berada di luar negeri beberapa hari sebelum KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT).

"Yang bersangkutan (Fahmi) ada di luar negeri beberapa hari sebelum OTT. Kami imbau agar dia segera kembali ke Indonesia," ujar juru bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (16/12).

KPK menetapkan Fahmi sebagai tersangka karena diduga menyuap Deputi Bidang Informasi, Hukum dan Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi terkait pengadaan alat pemantau satelit Bakamla. Selain itu, KPK juga menetapkan dua pegawai MTI Muhammad Adami Okta (MAO) dan Hardy Stefanus (HST) sebagai tersangka.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Febri, akan jauh lebih efektif apabila Fahmi berinisiatif untuk kembali ke Indonesia. Sebab KPK hingga saat ini belum berencana melakukan penjemputan maupun bekerja sama dengan pihak interpol untuk memulangkan Fahmi.

"Kami masih fokus pada beberapa kegiatan untuk memperdalam perkara ini," katanya.

KPK, kata Febri, saat ini juga tengah mendalami keterlibatan oknum militer dalam kasus ini. Namun Febri menegaskan, pihak KPK tak berwenang menangani pelaku yang berasal dari kalangan militer.

Pasalnya, ada dua wilayah hukum yang berbeda antara peradilan umum dengan peradilan militer. Oleh karena itu KPK pun berkoordinasi dengan polisi militer (POM) TNI untuk melakukan proses penyidikan hingga pengamanan.

"Jika pelakunya dari pihak militer, tentu KPK tidak bisa tangani itu. Maka kami koordinasi dengan POM TNI terkait perkara ini," tuturnya.

KPK sebelumnya menangkap Eko beserta uang sekitar Rp2 miliar yang diberikan Adami dan Hardy di kantor Bakamla. Uang tersebut diduga sebagai imbalan atas bantuan Eko memenangkan PT MTI dalam proyek alat pemantau satelit. (rel/yul)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER