Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan 166 paket pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan sepanjang 2010—2014 kembali macet di tengah jalan terkait dengan pekerjaan yang belum selesai dan tak diperpanjang izinnya.
Hal itu dipaparkan dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I/2016 oleh lembaga auditor negara tersebut. Proyek itu berkaitan dengan pembangunan pembangkit tenaga listrik, gardu induk, transmisi serta jaringan listrik pedesaan.
Temuan itu masuk dalam kategori pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT). PDTT merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus, di luar pemeriksaan keuangan dan kinerja, bersifat investigatif.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
BPK menemukan sebanyak 166 dari 168 proyek itu belum rampung dan tak diperpanjang izinnya hingga 2014, sementara pemerintah telah membayar uang muka kepada pihak ketiga.
Pelbagai proyek itu dikerjakan oleh Kementerian ESDM dan anggaran PT PLN (Persero). BPK menemukan ada persoalan sistem pengendalian internal dan ketidapkatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
“Permasalahan utama…, antara lain adanya kelebihan pembayaran serta kekurangan volume, kelebihan pembayaran namun belum dilakukan pelunasan pembayaran kepada rekanan,” demikian hasil audit BPK seperti yang dikutip CNNIndonesia.com, Minggu (18/12).
BPK memaparkan sejumlah persoalan utama berikut nilai proyek infrastruktur itu.
Di antaranya adalah kelebihan pembayaran pekerjaan, namun belum dilakukan pelunasan pembayaran kepada rekanan. Jumlahnya mencapai Rp564,04 miliar.
Proyek yang bermasalah itu di antaranya adalah pekerjaan infrastruktur ketenagalistrikan eks dana APBN 2011-2014 yang belum dikembalikan ke kas negara sebesar Rp470,77 miliar.
Selain itu ada pula kelebihan pembayaran uang muka mencapai Rp86,36 miliar.
Tak hanya itu, ada pula barang yang dibeli namun belum dimanfaatkan dengan nilai Rp899,63 miliar. Di antaranya adalah pembangunan 19 gardu induk dan tiga transmisi senilai Rp899,04 miliar yang telah rampung namun belum dimanfaatkan.
Rekomendasi BPKSecara keseluruhan, hasil pemeriksaan atas pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan pada Kementerian ESDM dan UIP PT PLN mengungkapkan 19 temuan yang memuat 29 permasalahan.
Permasalah itu meliputi dua kelemahan yakni sistem pengendalian internal dan 27 ketidakpatuhan terhadap undang-undang dengan nilai Rp1,64 triliun.
“BPK merekomendasikan kepada Menteri ESDM untuk memberikan sanksi kepada dirjen terkait dengan ketentuan yang berlaku,” demikian hasil audit tersebut.
Selain itu, BPK juga merekomendasikan untuk Kementerian ESDM meningkatkan koordinasi dengan PT PLN dalam pengurusan perizinan serta penetapan tarif tenaga listrik sesuai dengan ketentuan.
 Salah satu infrastruktur ketenagalistrikan oleh PT PLN (Persero). (FOTO: w ww.pln.co.id) |
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo sempat membuka bahwa ada 12 proyek pembangkit tenaga listrik dari masa pemerintahan terdahulu yang tak dapat dilanjutkan kembali.
“Potensi kerugian negara dari ke-12 proyek yang tidak dapat dilanjutkan itu adalah Rp3,76 triliun,” kata Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung pada November lalu.
Ada pun 22 proyek lainnya, menurut Pramono, bisa dilanjutkan tetapi diperlukan tambahan biaya baru Rp4,68 triliun. Dana tersebut, harus mendapatkan persetujuan dahulu oleh Presiden dan Wakil Presiden serta kementerian terkait.
Presiden Jokowi pun meminta kepada Kepala Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk memberikan penjelasan mengenai penyelesaian 34 proyek pembangkit listrik yang telah mangkrak selama 7 sampai 8 tahun.
Kedaulatan Energi
Di sisi lain, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun melakukan koordinasi dan supervisi terhadap kedaulatan energi.
Hal itu dilatarbelakangi oleh sejumlah persoalan macam cadangan sumber daya terbatas, eksploitasi berlebihan tanpa ada strategi keberlanjutan, biaya energi yang mahal serta praktik kriminal dan pelanggaran administrasi.
“Faktanya terjadi
loss penerimaan negara, keuangan negara sangat rentan pada gejolak sektor energi dan negara tak bisa mengendalikan pasokan, harga dan rantai nilai energi nasional,” demikian keterangan KPK, beberapa waktu lalu.
Oleh karena itu, lembaga antikorupsi tersebut melibatkan sejumlah pihak agar kedaulatan energi terjadi, baik dari lembaga pemerintah terkait, asosiasi bisnis serta kalangan masyarakat sipil.
(asa)