Jakarta, CNN Indonesia -- Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat akan memutuskan vonis terhadap terdakwa kasus pengadangan kampanye calon wakil gubernur DKI Jakarta Djarot Syaiful Hidayat, Naman Sanip, Rabu (21/12). Naman didakwa melanggar pasal 187 Ayat (4) Undang-undang RI No 10 Tahun 2016 dan Undang-undang No 1 tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan walikota.
Beleid pasal itu menyebutkan, setiap orang yang dengan sengaja mengacaukan, menghalangi, atau mengganggu jalannya kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama enam bulan dan/atau denda paling banyak Rp6 juta.
Dalam sidang sebelumnya, jaksa penuntut umum telah menuntut hukuman tiga bulan penjara dengan masa percobaan enam bulan bagi Naman. Naman didakwa sebagai koordinator aksi penolakan kampanye Djarot di Kembangan Utara, Jakarta Barat pada 9 November lalu. JPU juga menyebut Naman dengan sengaja mengacaukan, menghalangi, atau mengganggu jalannya kampanye Djarot.
Djarot saat itu sempat menghampiri massa dan meminta supaya dirinya tidak dihalangi melakukan kampanye. Namun permintaan Djarot tidak terpenuhi. Alhasil, ia memilih untuk tidak melanjutkan blusukannya di Kembangan Utara. Tim pemenangan Ahok-Djarot kemudian melaporkan soal pengadangan itu ke Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di persidangan, Naman sudah mengakui kesalahan dan meminta maaf kepada Djarot. Dengan mata berkaca-kaca, pria yang berprofesi sebagai pedagang bubur itu menghampiri Djarot saat persidangan Selasa (13/12).
"Saya mau minta maaf sama Pak Djarot karena Pak Djarot sebenarnya tidak bersalah," ujar Naman.
Naman pun mengatakan, dirinya tidak mengenal dengan sejumlah warga yang datang menolak Djarot kala itu. Naman mengklaim, penolakan itu ditujukan kepada Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang direncanakan blusukan di Kembangan Utara. Dirinya juga tidak mengetahui jika yang datang adalah Djarot.
Mendengar penjelasan Naman, Djarot mengatakan, dirinya sudah memaafkan Naman. Meski demikian, proses hukum tetap akan dilanjutkan guna memberikan pendidikan politik, pendidikan demokrasi dan pendidikan hukum bagi masyarakat.
"Secara pribadi, saya jelas memaafkan yang bersangkutan, Pak Naman. Tapi karena ini sudah masuk proses hukum dan kami berada di negara hukum maka kami ikuti proses hukum ini ya," kata Djarot.