Jakarta, CNN Indonesia -- Keputusan Badan Legislatif memasukkan revisi Undang-Undang 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD ke program legislasi nasional prioritas tahun 2016 disebut sebagai bentuk kompromi di antara partai politik.
Wacana perubahan beleid itu disebut berbanding terbalik dengan rembuk sejumlah fraksi terkait urgensi UU MD3 pada Desember 2014.
Peneliti Formappi I Made Leo Wiratma menilai, usulan revisi UU MD3 dipicu dua peristiwa politik, yakni pergantian posisi Ketua DPR dari Ade Komaruddin ke Setya Novanto dan kemenangan Koalisi Merah Putih pada pengisian posisi pimpinan DPR yang bersistem paket.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kekompakan semua fraksi dalam dua peristiwa itu tentu bukan tanpa alasan, dua-duanya keputusan atas dasar kompromi," ujar Made di Jakarta, Kamis (22/12).
Made menuturkan, pada proses pengisian jabatan pimpinan DPR, mayoritas fraksi sepakat dengan sistem paket atau lima orang sekaligus. Namun, kata dia, sejumlah fraksi kini merasa sistem itu tidak berasas keadilan, terutama untuk fraksi PDIP.
Peneliti Formappi lainnya, Sebastian Salang, menduga DPR dengan sengaja memberikan peluang bagi PDIP untuk menempatkan legislator mereka di kursi pimpinan legislatif.
Revisi UU MD3 mengusulkan penambahan satu kursi pimpinan DPR. Nantinya pimpinan badan legislatif akan berjumlah enam orang alias genap.
Sebastian menilai, jumlah genap tidak akan berpengaruh pada pengambilan suatu keputusan. Lagi pula, belum ada aturan yang mengatur jumlah maksimal pimpinan DPR.
Walau begitu, penambahan pimpinan ini membuat DPR mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk fasilitas pimpinan baru.
"Siapa yang menentukan anggaran? Mereka juga. Kalau 10 fraksi sepakat, pasti tidak ada hambatan," kata Sebastian.
Keputusan memasukkan revisi UU MD3 diambil dalam Rapat Paripurna DPR, 15 Desember lalu. Sehari kemudian, pimpinan DPR bertemu Presiden Joko Widodo untuk membahas wacana revisi tersebut.
"Presiden tentu memahami maksud ini. Cuma beliau memang bertanya beberapa soal teknis dan sudah kami jawab," kata Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah.
(abm/abm)