Jakarta, CNN Indonesia -- Markas Besar Polri mengaku sulit untuk menangkap anggota kelompok militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) asal Indonesia, Muhammad Bahrun Naim Anggih Tamtomo alias Abu Rayyan alias Abu Aishah.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar mengatakan salah satu hambatannya adalah konflik yang terjadi di Irak dan Suriah saat ini. Menurutnya, situasi itu menyulitkan Polri untuk meminta bantuan kepada otoritas keamanan setempat menangkap Bahrun Naim.
"Untuk Suriah dan Irak sendiri tentu saat ini sedang konsentrasi bagaimana mengatasi wilayah pendudukan dari kelompok-kelompok ISIS. Maka tentu menjadi kendala yang besar bagi kami, apalagi memohon perbantuan penangkapan di tempat yang bergejolak seperti saat ini terjadi," kata Boy, di Mabes Polri, Jakarta Selatan, kemarin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menjelaskan, Polri juga tak bisa begitu saja menangkap warga negara Indonesia yang terjerat kasus hukum di negara lain. Sebab, masing-masing negara memiliki kedaulatan hukum yang harus dihormati.
Oleh karena itu, Boy menambahkan, Polri tengah menjajaki upaya penangkapan Bahrun Naim lewat jaringan Interpol dan hubungan bilateral dengan sejumlah negara.
"Kerja sama dengan negara yang dimaksud ini tidak mudah. Tapi yang jelas bagaimana mereka berkomunikasi dengan Indonesia, termasuk yang kembali dari sana terus kita pantau," kata Boy.
Tak hanya fokus pada sosok Bahrun Naim, Polri juga menyisir sel-sel dari kelompok teroris di Indonesia yang dikendalikan dari jauh. Boy mengatakan, Polri tak ingin aksi-aksi yang terjadi di Suriah juga diterapkan di Indonesia lewat kelompok bentukan Bahrun Naim.
"Mempelajari aksi yang mereka lakukan, sel-selnya terus kami intensifkan. Mudah-mudahan suatu saat bisa dilakukan penangkapan dengan perbantuan otoritas setempat," katanya.
Nama Bahrun Naim mulai tenar sejak serangan teror di jantung ibu kota, bom Thamrin, Januari 2016. Bahrun dituding polisi sebagai dalang insiden yang menewaskan delapan orang itu. Ia diyakini menjadi penyuplai dana untuk para pelaku.
Setelah kejadian itu, nama Bahrun Naim selalu disebut sebagai otak aksi teror. Terbaru saat polisi menyebut Bahrun adalah perekrut, instruktur sekaligus penyuplai dana bagi jaringan teroris Bekasi yang berencana meledakan bom bunuh diri di Istana.
Semua dilakukan Bahrun dari Suriah. Menggunakan teknologi digital, Bahrun merekrut orang, mengajari cara membuat bom dan mengirimkan duit untuk operasi teror. Meski namanya selalu disebut, namun polisi seperti tak tahu harus berbuat apa terhadapnya karena keberadaanya di luar negeri.
(rel)