Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Jenderal Perhubungan Laut Tonny Budiono menyebut terbakarnya kapal penumpang Zahro Express di perairan Pulau Tidung, Kepulauan Seribu, Jakarta Utara, karena korsleting arus listrik. Pihaknya menduga, mesin kapal meledak karena korsleting hingga membakar ruang mesin.
"Dugaan sementara, insiden itu kemungkinan besar akibat korsleting listrik di ruang mesin. Diasumsikan mesin kapal tersebut meledak kemudian terbakar di kamar mesin yang di dalamnya terdapat tangki bahan bakar," kata Tonny dalam siaran persnya, Minggu (1/1).
Dia mengatakan, berdasarkan laporan yang diterima pihaknya, Surat Persetujuan Berlayar (SPB) KM Zahro Express telah dikeluarkan oleh Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Muara Angke. Kapal dinyatakan laik laut untuk berlayar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Atas kejadian itu, pihaknya menyatakan bela sungkawa kepada seluruh korban terbakarnya kapal penumpang KM Zahro Express.
"Saya menyampaikan belangsungkawa atas adanya korban pada musibah terbakarnya KM. Zahro Express pagi tadi dan saya telah memerintahkan jajaran Ditjen Hubla untuk memberikan pertolongan kepada korban musibah kapal tersebut sebaik-baiknya," kata Tonny.
Kapal penumpang berbobot 106 GT dengan tanda selar 6960/Bc tersebut mengangkut sekitar 244 orang, termasuk 6 orang Anak Buah Kapal (ABK). Sedangkan kapasitas kapal mencapai 285 orang.
Tonny mengatakan, untuk kepastian penyebab musibah terbakarnya KM.Zahro Express tersebut, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut menyerahkan sepenuhnya kepada Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) untuk dilakukan investigasi lebih lanjut.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut telah mengeluarkan Surat Edaran Direktur Perkapalan dan Kepelautan atas nama Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor: UM.003/13/16/DK.16 Tentang Peningkatan Keselamatan Kapal, tertanggal 16 September 2016.
Berdasarkan Surat Edaran tersebut seluruh UPT Perhubungan Laut diminta untuk meningkatkan pengawasan keselamatan kapal, khususnya kapal kecepatan tinggi dengan mesin di dalam (inboard engine) maupun mesin tempel (outboard engine).
Selain itu, kata Tonny, mereka juga harus memastikan setiap pemilik atau operator dan juga nakhoda kapal melaksanakan dan melaporkan hal-hal yang menjadi persyaratan keselamatan sebelum keberangkatan kapal.
Beberapa hal-hal yang harus dilaporkan oleh pemilik, operator, dan nakhoda kapal yaitu, pertama, operasi pengisian bahan bakar yang apabila dilaksanakan di pelabuhan tersebut, harus dilakukan sesuai prosedur yang berlaku dan tidak ada rembesan atau tumpahan bahan bakar di sekitar tangki bahan bakar atau di ruangan tertutup yang terdapat diatas kapal;.
Kedua, apabila terjadi rembesan atau tumpahan bahan bakar, maka harus segera dibersihkan dan dipastikan ruangan telah terbebas dari uap/gas bahan bakar.
Ketiga, apabila terdapat kebocoran uap/gas dari tangki bahan bakar atau rembesan atau tumpahan yang tidak dapat diatasi oleh awak kapal, maka harus segera dilaporkan kepada nakhoda kapal dan Syahbandar setempat untuk dilakukan perbaikan sebelum melanjutkan pelayaran atau keberangkatan kapal.
Keempat, sedapat mungkin dilakukan peranginan dengan ventilasi alami (tanpa menggunakan tenaga listrik) yang dibuat sedemikian rupa sehingga apabila terjadi kebocoran dan penguapan gas bahan bakar, dapat segera hilang terbawa angin.
Kelima, sedapat mungkin tidak ada instalasi listrik, kabel dan sumber panas di area sekitar tangki bahan bakar. Namun apabila ada, harus dipastikan bahwa instalasi tersebut terisolasi dengan baik dan aman dari bahaya ledakan.
Keenam, tidak diperbolehkan menggunakan senter, lampu, telepon genggam, kamera dan alat elektronik lainnya yang tidak terlindung dari bahaya ledakan (explosive proof) di dalam ruangan tertutup dimana tangki bahan bakar berada. Terakhir, tidak diperbolehkan merokok disekitar ventilasi atau area dekat tangki bahan bakar.
(pmg)