Jakarta, CNN Indonesia -- Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta Sumarsono belakangan ini menjadi sorotan lantaran telah mengambil sejumlah kebijakan strategis di ranah birokrasi ibu kota. Kebijakan itu diambil selama dia menggantikan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang saat ini berstatus nonaktif.
Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) menilai kebijakan Sumarsono menjadi sorotan publik karena diambil dalam kondisi Jakarta yang tidak sesuai dengan keadaan biasanya atau abnormal.
"DKI dalam kondisi abnormal, karena tutup tahun anggaran, lalu ada pemberlakuan (perampingan) aparatur pemerintah daerah yang baru. Kalau kedua hal itu enggak ada, dia cuma pelaksana biasa saja," kata Komisioner KASN I Made Suwandi kepada
CNNIndonesia.com.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam rapat paripurna yang digelar pada 19 Desember 2016, Sumarsono menerima usulan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) 2017 dari DPRD DKI Jakarta senilai Rp70,19 triliun. Jumlah ini naik dari angka yang sebelumnya Rp67 triliun pada era Ahok.
Selain itu, Sumarsono juga melakukan rotasi, promosi, dan demosi kepada 5.032 pegawai negeri sipil. Dia juga melantik enam pejabat untuk menduduki posisi strategis di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Dia berdalih, pelantikan itu untuk menata ulang susunan perangkat daerah agar proporsional. Keputusan tersebut juga untuk menindaklanjuti pembentukan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2016 tentang Susunan Perangkat Daerah yang disahkan pada Desember 2016. Peraturan itu merupakan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah yang disahkan pada 2016.
"Tugasnya Plt tergantung bulan kita ditempatkan. Kalau Februari-Maret, saya tidak urusi APBD, pasti tugas saya lebih sederhana. Tapi karena ini Desember, maka tugasnya dirinci," kata Sumarsono kepada CNNIndonesia.com.
Pria yang akrab disapa Soni itu mengatakan, tiap Plt Gubernur memiliki tugas yang berbeda dengan kewenangan yang terbatas. Pembatasan yang dimaksud adalah tugasnya dibatasi lima hal, dan setiap membuat kebijakan harus mendapat izin tertulis dari Mendagri, terutama dalam menyusun peraturan daerah.
Lima tugas itu di antaranya, pertama, membina semua urusan Pemda termasuk rapim. Kedua, menjaga keamanan ketertiban, mengendalikan demonstrasi, termasuk penertiban pedagang kaki lima. Ketiga, menyukseskan Pilkada serentak. Keempat, menyusun dan menandatangani Perda sesuai Permen Nomor 74 Tahun 2016, dan Perda terkait organisasi perangkat daerah. Kelima pengisian personel pemerintah daerah.
Senada dengan Soni, Suwandi juga menjelaskan, jika kondisi Jakarta dalam keadaan normal, Sumarsono tidak memiliki kewenangan membuat kebijakan strategis. Soni hanya boleh melaksanakan kebijakan yang sudah dibuat sebelumnya.
"Tapi ini kan keadaan DKI abnormal, karena pertama, APBD belum jadi. Kedua, ada perubahan struktur organisasi pemerintahan daerah sesuai PP Nomor 18 Tahun 2016," ujar Suwandi.
Dosen Pascasarjana Universitas Indonesia ini menambahkan, perubahan struktur organisasi harus segera dilakukan karena peraturan pemerintah itu mulai berlaku 1 Januari 2016.
Dalam aturan tersebut, pemerintah daerah diminta merampingkan struktur jabatan di daerahnya dengan tujuan efisiensi dan efektivitas. Perangkat daerah di tingkat provinsi terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, inspektorat, dinas, dan badan. Jakarta memiliki 42 perangkat daerah dari jumlah sebelumnya 53 unit.
"Jumlah jabatan di provinsi lebih sedikit dibanding jumlah pejabat. Di kabupaten/kota jabatan nambah, kalau di provinsi jabatan kurang. resikonya harus ada yang dirombak," ucapnya.
Suwandi mengatakan, pelantikan pejabat eselon II, III, dan IV di lingkungan Pemprov DKI Jakarta hanya didasari PP Nomor 18/2016. Dia menuturkan, perombakan struktur tersebut bukan berdaasarkan pertimbangan hasil evaluasi kinerja para pegawai pemerintah daerah.
 Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama (kanan) berbincang dengan PLT Gubernur DKI Jakarta Soni Sumarsono (tengah) dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat (kiri) pada Acara Peresmian Pelaksana Tugas Gubernur. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
"Hanya PP itu saja, lainnya enggak boleh," kata mantan Direktur Jenderal Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri pada 2011-2013.
Suwandi menyampaikan, evaluasi kinerja kepegawaian berkoordinasi dengan Badan Kepegawaian Daerah dan KASN. Evaluasi di lingkungan Pemprov DKI Jakarta, menurut Suwandi, terakhir dilakukan pada pertengahan tahun lalu.
"Tadinya (evaluasi pertama) tidak ada koordinasi, suka-suka mereka, kami tegur. Kemudian evaluasi yang kedua, mereka koordinasi, semua diasese oleh Badan Kepegawaian," katanya.
Sesuai UU Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara, salah satu kewenangan KASN adalah mengawasi dan mengevaluasi penerapan asas, nilai dasar serta kode etik dan kode perilaku pegawai aparatur sipil negara.
"Jadi kalau mereka mengadakan mutasi harus lapor kami, enggak bisa suka-suka, karena bisa kami batalkan. Kalau kasus Soni ini kan, harus izin Menteri Dalam Negeri," kata Suwandi.
Ahok mengkritisi kebijakan Sumarsono yang melantik beberapa pejabat strategis. Ahok menilai ada beberapa PNS yang sudah diturunkan jabatannya, namun kembali dipromosikan oleh Sumarsono.
Beberapa nama itu di antaranya; Edi Sumantri sebagai Kepala Dinas Pelayanan Pajak menggantikan Agus Bambang Setiowidodo; Ratiyono sebagai Kepala Dinas Olahraga dan Kepemudaan; dan Isnawa Adji sebagai Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan. Sementara Husein Murad, yang semula menjabat Wakil Wali Kota Jakarta Timur, dilantik menjadi Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah.
Selama menjabat sebagai Plt Gubernur, Sumarsono kerap mengeluarkan kebijakan yang bertentangan dengan Ahok. Selain soal pengesahan anggaran dan pelantikan pejabat, Sumarsono juga pernah menghentikan sejumlah proyek lelang era Ahok.
(pmg/gil)