Jakarta, CNN Indonesia -- Suasana asri mengelilingi Pondok Pesantren Harisul Khairat Bumi Hijrah, yang terletak sekitar dua kilometer dari dermaga Tidore.Ternate, Maluku. Hampir 500 santri belajar di pondok pesantren yang terbagi dalam 14 kelas tingkat tsanawiyah dan sembilan kelas tingkat alawiyah.
Pondok pesantren ini menerapkan aturan yang melarang santri memegang telepon genggam. Santri hanya diizinkan menggunakan akses internet saat berada di laboratorium komputer di bawah pengawasan guru.
Pengajar kerap merazia di kamar-kamar asrama santri. Apabila ditemukan telepon genggam, maka akan disita dan dikembalikan saat santri pulang saat liburan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pimpinan pondok menganggap informasi yang didapatkan santri dari internet dapat berbahaya, Pembatasan akses internet demi melindungi para santri dari pemahaman radikal dan teroris.
“Pesantren membentengi agar tidak terjadi itu (penyebaran paham radikal). Pegang handphone tidak boleh, kalau tugas kami ada laboratorium komputer, jadi sifatnya hanya buku yang ada di perpustakan yang mereka ketik,” kata pemipin Pondok Pesantren Harisul Khairat Bumi Hijrah, Umar, saat CNNIndonesia.com berkunjung di pertengahan Desember 2016 lalu.
Pengajar pesantren juga melarang para santri menerima materi yang diajarkan oleh pihak lain di luar pesantren. Berbagai aturan yang diterapkan, kata Umar, cukup efektif membuat para santri mengikuti jejak jaringan teroris Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
"Bagi santri (ISIS) itu di Jakarta atau di Timur Tengah, itu mereka hiraukan. Target santri sekarang, Presiden Jokowi dengan programnya bisa memberikan beasiwa kuliah gratis dan uang saku Rp1 juta per bulan untuk santri berprestasi. Jadi santri lagi kejar itu," katanya.
 Pondok Pesantren Harisul Khairat Bumi Hijrah. (CNN Indonesia/Martahan Sohuturon) |
Pondok Pesantren Harisul Khairat Bumi Hijrah yang didirikan sejak 1997 menerapkan kebijakan pembatasan internet bagian dari program kerjasama kontra terorisme bersama kepolisian.
Kekhawatiran terpapar terorisme bukan tanpa alasan. Di kawasan Maluku yang terdiri dari beberapa pelabuhan terbuka, membuat peluang dimasuki kelompok teror yang datang dari Poso, Sulawesi Tenggara.
Poso dikenal sebagai markas kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur pimpinan Santoso. Santoso yang telah tewas ditembus peluru petugas pun sempat mendeklarasikan dukungannya untuk ISIS. Diduga, mereka juga mendapatkan bantuan dari kelompok Timur Tengah itu untuk mendirikan kekhalifahan di Asia Tenggara.
Berdasarkan hasil studi
Institute for Policy and Analysis Conflict (IPAC) yang dirilis pada 2016, euforia keberhasilan ISIS menguasai sejumlah kota di Suriah, seperti Sinjar, Mosul, Tal Afar, Falujah, Kirkuk pun sempat sampai di Ambon.
Dalam catatan IPAC setidaknya ada beberapa nama yang disebut-sebut sebagai bagian dari jaringan Jamaah Islamiyah di Ambon yang kemudian beralih mendukung ISIS, yakni Tomo, dan Qasim, dan Abu Gar.
Abu Gar terlibat dalam bom Cimanggis, pada Maret 2004 dan dicokok di Maluku Utara. Dia disebut-sebut jebolan kelompok teror Moro Filipina. Namanya mencuat dalam konflik berdarah di Ambon dan Poso.
Pria kelahiran Cilacap 44 tahun lalu itu divonis 9 tahun penjara, lebih ringan setahun dari vonis jaksa penuntut umum. Keluar penjara, Abu Gar kembali dicokok pada 19 Februari 2016 di Malang, Jawa Timur.
Abu Gar diduga salah satu otak di balik bom Thamrin 2016. Sebelum serangan itu, Abu Gar bersama dengan Muhamad Ali, eksekutor bom Thamrin yang tewas, berangkat ke Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan.
Di lapas itu, mereka menemui pimpinan de facto ISIS di Indonesia, Aman Abdurahman dan pimpinan Jamaah Islamiyah, Abu Bakar Baasyir.
 Pimpinan JAD, Aman Abdurahman. (AFP PHOTO / BAY ISMOYO) |
Kepolisian Daerah Maluku Utara belakangan memantau penyebaran paham radikal atau teroris di wilayahnya. Meskipun belum ada aksi teroris, mereka mencurigai gerakan ISIS menyebar ke wilayah itu.
Kepala Polda Maluku Utara Brigadir Jenderal Tugas Dwi Apriyanto mengatakan polisi terus memantau penyebaran paham radikal atau teroris di wilayahnya. Saat ini mereka mendeteksi dua pria yang menjadi simpatisan kelompok militan ISIS.
"Mereka masih kami pantau dan dekati secara intens, masih kami amati. Mungkin belum begitu parah, sampai sekarang kami amati masih wajar dari sisi kehidupan keseharian, mulai dari cara dia berperilaku, beribadah, sampai mencari nafkah," ucap Tugas.
Saat ini, polisi bekerjasama badan koordiasi intelijen daerah saat ini mencegah kemungkinan eksodus mantan anggota kelompok teroris pimpinan Santoso dari Palu dan Poso, Sulawesi Tengah.
“Koordinasi dengan pihak imigrasi juga dilakukan untuk mengantisipasi eksodus teroris dari Kepulauan Sulu, Filipina,” kata dia.
Pengamat terorisme Taufik Andrie Taufik berpendapat, kelompok terorisme akan terhambat perkembangannya di kawasan Maluku yang memiliki sejarah konflik lokal.
"Ada kesadaran warga lokal sadar yang dulu sempat jadi anggota atau afiliasi dengan kelompok teroris, mereka sudah lelah konflik dan tak mau mengalami konflik yang sama seperti yang terjadi di masa lalu," ujarnya.
Namun begitu, aparat keamanan tidak boleh lengah. Kelompok teroris di wilayah Indonesia timur berpotensi hidup kembali bila tidak dibersihkan hingga ke akarnya.