MUI Gandeng Polri Susun Instrumen Cegah Dampak Buruk Fatwa

CNN Indonesia
Selasa, 17 Jan 2017 16:20 WIB
Ketua Umum MUI Ma'ruf Amin mengatakan instrumen itu nantinya diharapkan bisa mencegah penyalahgunaan fatwa seperti aksi pemaksaan atau razia.
Ilustrasi. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan menggandeng insitusi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) untuk menyusun instrumen pencegahan dampak buruk dari dikeluarkannya fatwa.

Ketua Umum MUI Ma'ruf Amin mengatakan instrumen itu nantinya diharapkan bisa mencegah penyalahgunaan fatwa seperti aksi pemaksaan atau razia dengan dalih penegakan fatwa di tengah masyarakat

"(Untuk mencegah efek negatif fatwa) harus ada instrumen. Kami akan kerja sama dengan Polri," kata Ma'ruf di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Jakarta Selatan, Selasa (17/1).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, saat ditanya lebih detail terkait instrumen yang akan disusun oleh MUI dan Polri, Maruf menolak menjelaskan. Ia hanya mengatakan bahwa fatwa merupakan bagian dari toleransi dan kebinekaan. Seluruh umat beragama dengan masing-masing identitasnya harus mendapatkan perlindungan.

Ma'ruf menambahkan, fatwa yang dikeluarkan oleh MUI hanya mengikat bagi umat muslim. Ia pun mengatakan bahwa penegakan fatwa tidak boleh disertai dengan tindak pemaksaan.

"Fatwa mengikat kepada umat Islam. Kalau pun ada hukum positif itu untuk kepentingan umat Islam juga, yang bukan muslim ya tidak ikut," kata dia.

Ma'ruf menyatakan bahwa fatwa yang dikeluarkan MUI merupakan hasil kerja sama pihaknya dengan pemerintah, baik dalam bentuk kewenangan yang diberikan lewat undang-undang atau pun berdasarkan permintaan kementerian atau lembaga.

Ia mencontohkan, fatwa untuk menjamin kehalalan suatu produk. Menurutnya, berdasarkan undang-undang MUI merupakan satu-satunya organisasi yang memiliki kewenangan untuk mengeluarkan fatwa untuk menjadi acuan pemerintah dalam penetapan kehalalan suatu produk.

Dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 dijabarkan, sertifikat  halal  adalah  pengakuan  kehalalan  suatu Produk yang  dikeluarkan  oleh  Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) berdasarkan fatwa halal tertulis yang dikeluarkan oleh MUI.

Kemudian dalam prinsip perbankan syariah, kata Ma''ruf, undang-undang mengamanatkan MUI sebagai organisasi yang menetapkan syariah dalam perbankan untuk kemudian disusun dalam bentuk regulasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementerian Keuangan, atau Bank Indonesia.

"Ada fatwa yang dikeluarkan berdasarkan perintah undang-undang. Ini sudah ada undang-undangnya, maka fatwa itu mengikat secara syar'i dan tarjih," ujar Ma'ruf.

Terkait fatwa yang berdasarkan permintaan kementerian atau lembaga, Ma'ruf mencotohkan fatwa tentang aborsi yang merupakan permintaan Kementerian Kesehatan dan fatwa terkait penetapan awal bulan Ramadan yang merupakan permintaan Kementerian Agama.

Ma'ruf tak memungkiri bahwa fatwa MUI bisa disalahtafsirkan oleh masyarakat, bahkan hingga menimbulkan pelanggaran hukum. Jika terjadi hal demikian, MUI menyerahkan urusan itu ke aparat penegak hukum.

"Setiap fatwa disebutkan masyarakat tidak boleh melakukan tindakan eksekusi dan harus diserahkan ke pihak berwenang. Tapi kadang ada masyarakat yang tidak patuh pada aturan," kata Maruf.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan bahwa fatwa MUI bukan sesuatu yang harus dihindari. Namun sejak Aksi 212, sejumlah fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang dibentuk pada masa Orde Baru itu berimplikasi luas sehingga menimbulkan gangguan keamanan serta ketertiban masyarakat.

Menurut Tito, berbagai peristiwa ini menunjukkan, fatwa yang dikeluarkan oleh MUI berpotensi mengancam keberagaman dan kebinekaan Indonesia.

"Mobilisasi dan opini terbentuk dengan adanya sikap keagamaan MUI menjadi semacam keputusan domain hukum positif Indonesia yakni KUHP pasal 156 a. Ini menarik di mana sikap keagaman membuat masyarakat termobilisasi seperti Aksi 411 dan Aksi 212 yang cukup banyak terpengaruhi sikap MUI," ujar Tito.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER