Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Komisi Yudisial Aidul Fitriciada menyebut lembaganya dan Mahkamah Agung memiliki pemahaman berbeda tentang pelanggaran perilaku hakim. Menurutnya, hal itu berdampak pada sistem pengawasan hakim yang dilakukan KY.
Aidul menuturkan, selama 2016 KY menerima 54 laporan terkait pelanggaran perilaku hakim. Dari laporan itu, KY merekomendasikan MA menjatuhkan sanksi kepada 87 hakim. Namun MA tidak menindaklanjuti seluruh rekomendasi tersebut.
"Perbedaan pemahaman itu akhirnya membuat rekomendasi ada laporan kami yang tidak ditindaklanjuti," ujar Aidul melalui keterangan tertulis, Rabu (25/1).
Aidul mencontohkan, KY merekomendasikan MA memberikan sanksi berat kepada 11 hakim pada 2016. Namun Majelis Kehormatan Hakim memutuskan hanya menghukum berat tiga hakim di antaranya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk memperbaiki kondisi tersebut, Aidul berencana melakukan konsolidasi terkait penerapan kode etik pedoman perilaku hakim. Tujuannya, kata dia, menyamakan persepsi KY dengan MA dalam pengawasan hakim.
"Kami juga akan kerja sama dengan MA perihal pemeriksaan bersama," katanya.
Saat dikonfirmasi, juru bicara MA Suhadi menampik pernyataan Aidul. Suhadi menilai, MA memiliki sejumlah pertimbangan sebelum menindaklanjuti rekomendasi dari KY terkait perilaku pelanggaran hakim.
"Dikabulkan atau tidak, itu bergantung MA. Tentu perlu mempelajari dan meneliti lebih dulu sejauh apa pelanggarannya," ujarnya.
Suhadi mengatakan, KY tak berwenang menangani perkara hakim yang terlibat permasalahan teknis yudisial. Permasalahan teknis yudisial umumnya berkaitan dengan putusan hakim.
"KY tidak berwenang kalau menangani teknis yudisial, misal putusan hakim rendah atau tinggi. Itu tidak boleh ditangani karena teknis yudisial," kata Suhadi.
Sementara perkara hakim yang terlibat suap hingga selingkuh, menurutnya termasuk jenis perkara yang bisa ditindaklanjuti MA.
Dari catatan KY, kasus penyuapan masih mendominasi pelanggaran yang dilakukan hakim. Adapun rinciannya adalah penyuapan 42,2 persen, perselingkuhan 28,9 persen, indisipliner 11,1 persen, narkotik 6,7 persen, memainkan putusan 4,4 persen dan lainnya 6,7 persen.
(abm/gil)