Jakarta, CNN Indonesia -- Komisioner Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta Dahlia Umar mengatakan, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) belum menjadi calon gubernur DKI saat melakukan kunjungan ke Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, pada 27 September 2016. Dalam kunjungan itu Ahok berpidato dan mengutip surat Al Maidah ayat 51, yang akhirnya berujung kasus penistaan agama.
"Belum ada pasangan calon pada 27 September 2016," ujar Dahlia saat menjadi saksi dalam sidang kasus dugaan penistaan agama di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (31/1).
Dahlia mengatakan, Ahok beserta pasangannya, Djarot Syaiful Hidayat baru ditetapkan sebagai salah satu pasangan pada 24 Oktober 2016.
Hal itu untuk memastikan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menyatakan kunjungan Ahok ke Pulau Pramuka adalah untuk kampanye. Sementara dari pembelaan tim kuasa hukum, kunjungan Ahok adalah untuk melakukan sosialisasi budidaya ikan kerapu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk mendukung klarifikasinya soal status Ahok, Dahlia memaparkan sejumlah tahapan pemilihan kepala daerah (pilkada) DKI yang diikuti tiga paslon, termasuk Ahok.
Pendaftaran calon, kata Dahlia, digelar mulai tanggal 21 hingga 23 September 2016. Sementara penelitian berkas calon dilakukan mulai tanggal 23 hingga 29 September 2016.
"Kemudian penetapan pada 24 Oktober 2016 dan kampanye pada 28 Oktober 2016 sampai 11 Februari 2017," katanya.
Dahlia juga memastikan, selama masa kampanye tak ada pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI yang melanggar aturan KPU. Pelanggaran yang terjadi, menurut Dahlia, termasuk kategori ringan dan hanya dijatuhi sanksi administratif.
"Dalam proses kampanye para pasangan calon ada beberapa pelanggaran, tapi sifatnya administratif, tidak termasuk dalam pasal 66 peraturan KPU," tutur Dahlia.
Pasal 66 Peraturan KPU 12/2012 mengatur sejumlah ketentuan yang dilarang saat melakukan kampanye, di antaranya yakni menghina agama, suku, ras, golongan pasangan calon, menghasut atau mengadu domba parpol atau perseorangan.
Pasal itu juga melarang pasangan calon menggunakan fasilitas dan anggaran negara, menggunakan tempat ibadah untuk kampanye, dan melakukan kegiatan kampanye di luar jadwal yang telah ditetapkan KPU provinsi.
Larangan kampanye tersebut, kata Dahlia, berlaku untuk pasangan calon yang telah ditetapkan usai pendaftaran. Jika terbukti melanggar, maka yang berwenang menindak adalah Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu).
"Sampai saat ini kami belum menerima pelanggaran dari hasil rekomendasi Bawaslu," katanya.