Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Yudisial menunjuk Wakil Ketua KY Sukma Violetta menjadi anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) untuk memeriksa Patrialis Akbar. Penunjukan ini melalui hasil rapat pleno pimpinan KY pada Selasa (31/1).
"Menindaklanjuti rencana pimpinan MK untuk membentuk majelis kehormatan, maka KY menunjuk Sukma Violetta untuk mewakili," ujar Juru Bicara KY Farid Wajdi melalui keterangan tertulis yang diterima
CNNIndonesia.com.
Penunjukan Sukma Violetta menggenapi empat anggota MKMK sebelumnya, yakni hakim konstitusi Anwar Usman, mantan hakim konstitusi Achmad Sodiki, guru besar ilmu hukum Bagir Manan, dan tokoh masyarakat As'ad Said Ali.
Pembentukan MKMK ini, kata Farid, bertujuan memeriksa dan mengambil keputusan terhadap Patrialis Akbar yang diduga melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan pedoman perilaku hakim konstitusi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Farid mengatakan, pembentukan MKMK diharapkan menjadi evaluasi sekaligus peringatan bagi hakim konstitusi untuk tidak lagi melanggar aturan.
"Penegakan sanksi akan diberikan kepada siapa pun, tanpa terkecuali kepada hakim yang melanggar," katanya.
Patrialis sebelumnya telah menyerahkan surat pengunduran diri dari jabatan hakim kepada pimpinan MK pada Senin (30/1). Dalam waktu dekat, MK akan segera berkirim surat pada presiden untuk mengisi posisi hakim MK yang baru.
Meski telah mengundurkan diri, MKMK akan tetap bersidang untuk memutuskan sanksi yang dijatuhkan pada Patrialis. Menurut Ketua MK Arief Hidayat, proses sidang di majelis kehormatan akan lebih cepat karena Patrialis telah mengundurkan diri.
Majelis kehormatan dibentuk oleh Dewan Etik MK untuk menangani pelanggaran berat oleh seorang hakim konstitusi.
Majelis ini memiliki waktu 30 hari untuk melakukan proses pemeriksaan pendahuluan. Jika belum selesai maka bisa diperpanjang hingga 15 hari. Hasil dari pemeriksaan pendahuluan itu akan diteruskan pemeriksaan lanjutan dengan maksimal waktu 60 hari.
Apabila dalam prosesnya Patrialis tak bisa diperiksa karena menjadi tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi, anggota majelis bisa memeriksa melalui saksi-saksi terkait yang berhubungan dengan perkara tersebut.
(pmg)