Jakarta, CNN Indonesia --
"Jangankan sinyal, akses jalan ke sini saja susah.”Kalimat itu meluncur dari mulut Victor Babole, 52, warga Desa Perjuangan, Kecamatan Pinolosian Timur, Kabupaten Bolaang Mongondoow Selatan, Sulawesi Utara. Pernyataan itu sungguh tepat menggambarkan kondisi jalan menuju Desa Perjuangan yang betul-betul penuh ‘perjuangan’.
Butuh waktu hampir empat jam dari Kota Manado untuk mencapai daerah terpencil di Desa Perjuangan yang berada di pesisir pantai.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jalan terjal berbatu dan penuh kelokan curam menjadi tantangan tersendiri bagi pengendara yang akan menuju Desa Perjuangan. Jika tak tahan, mabuk perjalanan bisa jadi penghalang. Perut pun sesekali terasa kencang tiap mobil berguncang.
Di sisi kiri dan kanan jalan hanya terlihat pepohonan rimbun hingga tebing tinggi yang menutupi tingginya jurang. Sepanjang menuju desa ini, mobil yang kami tumpangi tak berpapasan dengan kendaraan lain.
Victor mengungkapkan, akses jalan memang menjadi salah satu kendala bagi warga yang tinggal di Desa Perjuangan. Pria asal Sangir ini mengatakan, jarak dari Desa Perjuangan ke pusat Kabupaten Bolaang Mongondoow bisa memakan waktu lebih dari tiga jam. Itu pun jika cuaca sedang cerah.
“Kalau hujan, butuh waktu seharian dengan berkendara sepeda motor. Bisa juga naik perahu kalau laut sedang teduh. Bila laut bergelombang, ya diam saja kami di rumah,” ujar Victor kepada CNNIndonesia.com.
Tak hanya kendala akses jalan, jaringan listrik di Desa Perjuangan hingga tahun lalu pun masih tak lancar. Sebagian warga desa yang bertetangga dengan Desa Perjuangan memanfaatkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Sementara warga Desa Perjuangan mesti bertahan dalam gelap.
Jangan berharap pula bisa saling telepon untuk bertukar kabar. Telepon seluler yang dibawa CNNIndonesia.com langsung tak berguna begitu tiba di Desa Perjuangan.
Garis sinyal yang biasanya penuh terisi di ibu kota, langsung hilang dengan tulisan ‘No Service’. Victor sontak tertawa ketika kami mengacung-acungkan telepon seluler ke udara. Saat itu, kami berpikir bisa menangkap sinyal dari ketinggian.
Pria empat anak ini berceletuk, tak ada jaringan yang bisa menjangkau Desa Perjuangan. Hingga kini tak satu pun warga desa memiliki telepon seluler.
“Sinyal belum ada. Kalau kami butuh ya langsung datangi saja orangnya. Tapi kalau hujan tiba ya sudah, tunggu saja tidak bisa ke mana-mana kita,” ucapnya sambil tertawa.
 Victor Babole, warga desa Perjuangan. (CNN Indonesia/Priska Sari Pratiwi) |
Ketiadaan jaringan seluler membuat remaja yang tinggal di desa ini pernah tahu kehebohan media sosial.
Ungke, 14, hanya pernah mendengar Facebook, Twitter, hingga tayangan video melalui Youtube yang digemari anak-anak seusianya, melalui saluran televisi.
Ungke dan teman-teman seusianya mengisi kegiatan dengan berkumpul bersama teman-temannya. Saat akhir pekan, mereka bergaul di pantai.
“Kami biasa berkumpul saja dengan teman-teman,” ucapnya sedikit malu.
Komunitas Adat TerpencilDesa Perjuangan berdiri sejak 2013, sebelum itu daerah ini merupakan dusun yang bergabung dengan Desa Posilagon di Kecamatan Pinolosian Timur.
Desa Perjuangan menjadi desa sendiri karena perluasan wilayah. Ia menjadi bagian dari Komunitas Adat Terpencil (KAT), program pemberdayaan masyarakat di kawasan terpencil oleh Kementerian Sosial.
Bantuan berupa 65 unit rumah bagi warga Desa Perjuangan diserahkan langsung oleh Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa pada 2 Februari lalu. Tak hanya rumah, sarana air bersih, peralatan kerja, bibit tanaman, pakaian, handuk, hingga perabotan rumah seperti kasur, tikar, sprei, bantal senilai Rp2,5 miliar turut diberikan sebagai upaya pemberdayaan KAT.
“Meski unit rumah yang dibangun sederhana, tapi saya harap kehidupan masyarakat KAT Desa Perjuangan bisa meningkat,” ujar Khofifah.
Pemberdayaan KAT ini, menurutnya, adalah upaya mewujudkan kehidupan warga agar lebih mandiri. Tak hanya soal permukiman, namun juga administrasi kependudukan, kesehatan, pendidikan, kehidupan beragama, penyediaan akses lahan, dan kebutuhan lingkungan hidup lainnya.
Ia juga mengapresiasi Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang baru saja menyediakan jaringan listrik di desa tersebut pada Desember 2016. Kini warga Desa Perjuangan tak perlu lagi hidup dalam gelap.
Khofifah berkata, persoalan di KAT memang cukup kompleks dan tak bisa diselesaikan oleh pihak Kemensos sendiri. Oleh karena itu, bantuan dari PLN dinilai sangat membantu kebutuhan warga Desa Perjuangan sebagai bentuk kerja sama lintas sektor.
Sekadar catatan, pada 2017 ini Kemensos akan menyasar KAT di 22 provinsi, 63 kabupaten, 82 kecamatan, dan 87 desa. Khofifah menegaskan, pembiayaan kegiatan ini bisa menggunakan APBN, APBD, maupun anggaran lain yang sah.
Kemiskinan di Desa Perjuangan, Kecamatan Pinolosian Timur, Kabupaten Bolaang Mongondoow Selatan, Sulawesi Utara. (CNN Indonesia/Priska Sari Pratiwi) |
Kepala Dinas Sosial Sulawesi Utara Grace Punuh mengatakan, pemilihan Desa Perjuangan sebagai bagian dari KAT telah dilakukan melalui seleksi pengusulan tahun 2015.
"Dari tahun anggaran 2015, usulan yang lolos seleksi tahun 2016 ternyata Desa Perjuangan," ucap Grace.
Syaratnya selain terpencil adalah keterbatasan akses pelayanan sosial dasar, penghidupannya tergantung pada sumber daya alam, dan berada di kawasan pedesaan atau kota yang terpinggirkan.
Kini Victor bisa tersenyum lebar. Rumah yang ditempati bersama keluarga lebih layak ketimbang sebelumnya. Meski sederhana dengan dinding separuh bata dan triplek beralas semen, tak membuatnya berhenti mengucapkan syukur. Rumah dengan dua kamar tidur itu akan ia tempati bersama istri dan empat anaknya.
“Tentu kita orang senang terima ini tempat tinggal kami benar-benar terpencil. Kami juga senang ibu menteri mau datang, hanya dia satu-satunya yang pernah ke sini," tutur Victor.
Dengan segala keterbatasan di Desa Perjuangan, Victor menyatakan telah terbiasa menjalani kegiatannya sehari-hari.
Pekerjaannya sebagai petani cingke, istilah untuk cengkeh di Sulawesi Utara, menjadi pengisi di hari tua. Ia hanya ingin akses jalan segera diselesaikan agar dirinya dan ratusan warga desa lain tak lagi kesusahan.
Urusan sinyal buatnya belakangan. Sama seperti Ungke, lebih penting bertemu dengan teman-temannya, ketimbang ikut-ikutan terbawa hiruk pikuk di dunia maya.
(yul)