Transjakarta Belum Ramah Disabilitas

Filani Olyvia | CNN Indonesia
Kamis, 09 Feb 2017 15:02 WIB
Bus Transjakarta dianggap kurang ramah disabilitas. Transjakarta memperbaiki dengan menyediakan lift atau eskalator di halte dengan tangga yang curam.
Bus Transjakarta dianggap kurang ramah disabilitas. Transjakarta memperbaiki dengan menyediakan lift atau eskalator di halte dengan tangga yang curam. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Belum diresmikan, Halte Transjakarta CSW di kawasan Trunojoyo, Jakarta Selatan, menuai kritik. Halte yang tak jauh dari Mabes Polri ini dianggap terlalu tinggi sehingga tak ramah untuk penyandang disabilitas, lanjut usia (lansia), wanita hamil, dan anak-anak.

Dari desain bangunan, halte setinggi 20,7 meter dan lebar 1 hingga 1,5 meter ini tak terlihat berbeda dengan halte Transjakarta pada umumnya.

Masing-masing anak tangga terbuat dari material besi dengan tekstur khas halte Transjakarta. Dilengkapi pegangan berbahan alumunium di sisi kiri dan kanan, serta atap dipasangi sumber pencahayaan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun untuk sampai ke halte kedatangan dan keberangkatan, pengguna harus menyusuri setidaknya 100 anak tangga dengan tiga tingkat berbeda.

Tingkat pertama, berfungsi sebagai Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) untuk menyeberang dari Sekretariat ASEAN menuju Kantor Kejaksaan Agung. Tingkat kedua, dibuat untuk memberi waktu rehat bagi pengguna dalam 'pendakiannya'.

Normalnya, waktu tempuh yang dibutuhkan pengguna dari bawah menuju halte kedatangan dan keberangkatan sekitar 5 hingga 7 menit. Hal ini karena tiap anak tangga memiliki ketinggian kurang lebih 20 sentimeter yang ternyata lebih cepat membuat lelah.

Kondisi itu masih ditambah dengan tingkat kemiringan posisi lajur tangga cukup curam.

Menunggu Transjakarta Lebih Ramah DisabilitasHalte Transjakarta di Ciledug dengan tangga yang sangat curam. (ANTARA FOTO/Muhammmad Iqbal)
Menanggapi kritik soal halte, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta telah merencanakan untuk membangun eskalator dan lift di sejumlah halte Transjakarta yang membentang dari Ciledug melalui Kebayoran Lama, Trunojoyo, hingga Tendean ini.

Namun demikian, pantauan CNNIndonesia.com pada Rabu sore (8/2), belum terlihat ancang-ancang pembangunan eskalator maupun lift di sekitar Halte CSW.

"Pengerjaannya masih on track. Ditargetkan selesai sebelum beroperasi pada Juni 2017," ujar Staf Humas PT Transportasi Jakarta Wibowo kepada CNNIndonesia.com.

Data yang diperoleh CNNIndonesia.com menyebutkan, dari total 12 halte di koridor XIII, beberapa di antaranya akan dilengkapi eskalator atau lift. Seperti Halte Cipulir, Pasar Kebayoran Lama, dan CSW.

Wibowo memastikan, Transjakarta akan mengakomodasi pengguna penyandang disabilitas, lewat program Transjakarta Cares yang diresmikan Oktober 2016.

"Saat ini Transjakarta sudah punya Transjakarta Cares. Konsepnya, mengantar pelanggan (penyandang disabilitas) ke halte keberangkatan, lalu menjemput kembali di halte tujuan," ujar Wibowo.

Meski layanan Transjakarta Cares mendapat sambutan baik, namun, tak semua penyandang disabilitas ini dapat menikmati pelayanan. Saat diluncurkan tahun lalu, hanya tersedia lima mobil jemputan untuk melayani kawasan Jakarta Barat dan Jakarta Pusat.

Primaningrum Arinarresmi dari komunitas Jakarta Barrier Free Tourism mengatakan ada berbagai catatan lain untuk pelayanan Transjakarta selain JPO yang menggunakan sistem anak tangga.

Prima yang memiliki seorang anak penderita tunanetra berusia 11 tahun, kerap kesulitan membawa anaknya menggunakan Transjakarta.

Prima mencontohkan tidak semua pengemudi Transjakarta memiliki kemampuan untuk mendekatkan badan bis ke pijakan halte sewaktu berhenti. Akibatnya penyandang disabilitas kesulitan melangkah masuk ke dalam bus Transjakarta.

Menunggu Transjakarta Lebih Ramah DisabilitasJarak antara bis dan pijakan halte kerap membuat penyandang disabilitas kesulitan melangkah masuk ke dalam halte. (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

Selain itu Prima menyoroti mengenai tulisan berjalan (running text) di halte Transjakarta yang kerap tak berfungsi. Padahal tulisan berjalan ini penting bagi tunarungu.

"Dulu, running text yang ada di dalam bis berfungsi dengan baik. Tapi sekarang sudah banyak yang mati. Ini jelas jadi kesulitan tersendiri buat teman-teman penderita tunarungu," ungkapnya.

Ketua Gerakan Aksesibilitas Umum Nasional (GAUN) Ariani Soekanwo mengatakan banyak kaum disabilitas yang memilih bepergian dengan jasa transportasi online dibandingkan menggunakan transportasi publik.

Ariani mengatakan masalah terbesar yang membuat kelompok disabilitas belum merasa aman menggunakan transportasi umum di ibu kota karena kurangnya pemahaman perspektif difabel saat pembangunan sarana pelayanan publik .

"Pemerintah sudah peduli dengan aksesibilitasnya, tapi kalau kaum disabilitasnya sendiri tidak dilibatkan. Jadi kayak bikin baju yang tidak diukur dulu sebelumnya. Mubazir. Sudah dibangun mahal-mahal, tetap tidak bisa dimaksimalkan," imbuh Ariani.

Ariani mengharapkan kesadaran pemerintah untuk lebih banyak melibatkan para penyandang disabilitas. Para penyandang disabilitas ini, lanjut Ariani, nantinya tidak hanya dimintai sarannya, tapi dilibatkan langsung sebagai konsultan dalam pembangunan sarana pelayanan dan transportasi umum.

"Hal ini sebenarnya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Di pasal 3 itu, prinsip-prinsip dari pemenuhan hak disabilitas untuk dilibatkan itu tertulis dengan jelas," ujarnya. (rdk/yul)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER