Jakarta, CNN Indonesia -- Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Natalius Pigai mengatakan, putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) soal kasus Munir adalah bentuk pembungkaman proses pengungkapan pelanggaran berat HAM. Kemarin PTUN membatalkan putusan Komisi Informasi Pusat (KIP) yang meminta pemerintah membuka dokumen Tim Pencari Fakta (TPF) kasus Munir.
"Ini salah satu contoh bagaimana pemerintah secara sadar dan sengaja membungkam pelanggaran berat masa lalu," kata Natalius kepada
CNNindonesia.com di Jakarta kemarin.
Menurutnya, pembatalan putusan KIP ini adalah bukti lemahnya itikad pemerintahan Joko Widodo dalam menjalankan janji Nawacita.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Komisioner asal Papua ini mengatakan, sudah sepatutnya dokumen TPF Munir diketahui publik terutama keluarga aktivis HAM itu.
"Penting untuk dibuka ke publik secara jujur dan adil, bukan membungkam keadilan," ujarnya.
Bukan hanya kasus Munir, pemerintah saat ini juga masih menunggak tujuh kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Di antaranya adalah kasus penembakan misterius 1982-1985, peristiwa Talangsari Lampung tahun 1989, penghilangan orang secara paksa tahun 1997-1998, kerusuhan Mei 1998, Peristiwa Trisakti dan Semanggi I dan II, serta kasus pelanggaran HAM di Papua.
Sebelumnya PTUN Jakarta Timur memutuskan untuk mengabulkan permohonan Sekretariat Negara untuk membatalkan putusan KIP Nomor 025/IV/KIP-PS-A/2016 tanggal 10 Oktober 2016.
 KontraS terus mendesak dokumen TPF Munir untuk terus dipublikasikan. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Atas putusan ini Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) berencana mengajukan upaya kasasi ke Mahkamah Agung. KontraS adalah lembaga yang mengajukan permohonan ke KIP agar dokumen TPF Mnir dinyatakan sebagai dokumen publik.
KontraS menilai kasus kematian Munir bukan kasus sepele. Pasalnya, sejak Munir tewas 12 tahun lalu, aktor intelektual pembunuhan tersebut belum juga terungkap.
"Saat ini hanya disebutkan aktor lapangan yang sudah diadili," ujar Kepala Divisi Advokasi Hak Sipil dan Politik KontraS, Putri Kanesia.
KontraS terus mengupayakan publikasi dokumen TPF Munir yang diyakini sebagai kunci untuk menyelesaikan kasus tersebut.
TPF Munir dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) No 111 Tahun 2004 yang dibentuk pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Bahkan pengungkapan kasus pembunuhan Munir masuk dalam agenda 100 hari kerja SBY kala itu.
Munir Said Thalib terbunuh pada 7 September 2004 di atas pesawat Garuda Indonesia. Ia tewas dalam perjalanan menuju Amsterdam. Ia tewas karena diracun menggunakann arsenik. Satu pelakunya, Polllycarpus Budyhari Priyanto sudah divonis 14 tahun dan sudah bebas.
Namun diyakini Polly bukan pelaku tunggal. Pembunuhan Munir dipercaya sebagai upaya untuk membungkam kegiatannya sebagai pembela HAM.