DPR: Pemerintah Sudah Mengalah, Giliran Freeport Ikuti Aturan

CNN Indonesia
Sabtu, 18 Feb 2017 14:41 WIB
Anggota Komisi VII DPR Kurtubi menilai pemerintah sudah mengalah dengan memberikan izin ekspor kepada Freeport asal izin usahanya berbentuk IUPK.
Anggota Komisi VII Kurtubi menilai menilai pemerintah sudah mengalah dengan memberikan izin ekspor kepada Freeport asal izin usahanya berbentuk IUPK. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi Partai Nasdem Kurtubi mengatakan, PT Freeport Indonesia harus mau mengalah demi menyudahi polemik usai pemerintah melarang ekspor konsentrat. Saat ini, kata Kurtubi, pemerintah sudah mengalah dengan memberikan izin ekspor kepada perusahaan tambang asal izin usahanya berbentuk Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Dia mengatakan, sudah seharusnya Freeport mengikuti aturan yang dibuat pemerintah dengan mengubah izin usaha dari Kontrak Karya (KK) ke IUPK dan mengikuti syarat-syarat ketentuannya, termasuk ketentuan perpajakan yang mengikuti peraturan saat ini (prevailing).

"Freeport mengatakan mau ikut IUPK, asal kebijakan fiskalnya bersifat tetap seperti ketentuan di kontrak sebelumnya (nail down). Namun, hal itu seharusnya tidak diperbolehkan, mereka tetap harus mengikuti ketentuan IUPK yang berlaku di Indonesia. Padahal, pemerintah sudah mengalah berupaya memberikan payung hukum bagi Freeport agar bisa ekspor," jelas Kurtubi kepada CNNIndonesia.com, Sabtu (18/2).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Jika Freeport masih kukuh mempertahankan status KK, maka pelaksanaan ekspor tidak sesuai hukum, karena berseberangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009. Pemerintah memberikan kesempatan Freeport untuk mengubah status izin usaha agar perusahaan tersebut bisa ekspor konsentrat. Karena itu, Freeport seharusnya tetap mengikuti peraturan pemerintah agar polemik ini tidak berkepanjangan.

"Kami juga mengimbau pemerintah agar tegas terhadap Freeport. Kalau tidak tegas, citra pemerintahan akan sangat buruk di mata rakyat," terangnya.


Kendati demikian, kata Kurtubi, pemberian rekomendasi ekspor bagi Freeport ini sudah merupakan jalan keluar yang paling optimal meski terdengar dilematis. Di satu sisi, pemerintah mempertegas pelarangan ekspor di UU Minerba. Sementara di sisi lain, banyak tenaga kerja yang menggantungkan hidupnya dari kegiatan operasional tambang Grasberg milik Freeport.

"Banyak yang mengandalkan kegiatan usaha Freeport. Bahkan, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Mimika sangat tergantung dengan operasional Freeport," ujar Kurtubi.

Ratusan karyawan PT Freeport Indonesia demonstrasi di Kantor Bupati Mimika, Papua, Jumat (17/2). Mereka mendesak pemerintah memberikan izin ekspor kepada Freeport.Ratusan karyawan PT Freeport Indonesia demonstrasi di Kantor Bupati Mimika, Papua, Jumat (17/2). Mereka mendesak pemerintah memberikan izin ekspor kepada Freeport. (ANTARA FOTO/Vembri Waluyas)
Sementara itu, anggota Komisi VII DPR fraksi Partai Gerindra Ramson Siagian menuturkan, pemerintah sebetulnya sudah salah dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017. Pasalnya, beleid itu dianggap tidak sesuai dengan semangat hilirisasi yang tercantum di UU Minerba. Maka dari itu, tak heran jika sampai sekarang masih ada polemik ihwal ekspor konsentrat Freeport.

Ia pernah mengusulkan kepada pemerintah untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) agar terdapat kepastian ihwal pergantian hak dan kewajiban penambang dari KK ke IUPK termasuk hak dan kewajiban pemerintah. Hal ini ditujukan untuk mengurangi gesekan antara pemerintah dan perusahaan tambang.

"Sudah saya usulkan ke Menteri ESDM saat itu agar dikeluarkan Perppu pengganti UU mengganti UU Minerba 2009. Tapi, Menteri ESDM Ignasius Jonan kalau diberi masukan malah menunjukkan sikap yang kurang baik," jelas Ramson.


PT Freeport Indonesia tidak bisa melanjutkan ekspor setelah terhalang Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 6 Tahun 2017, yang merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017. Di dalam peraturan tersebut, izin ekspor bisa diberikan asal izin usaha berbentuk KK berubah menjadi IUPK

Untuk itu, Freeport akhirnya meminta perubahan status menjadi IUPK. Namun, perusahaan meminta kepastian fiskal bersifat nail down dan tidak mau mengikuti ketentuan perpajakan prevailing.

Pemerintah akhirnya memberikan rekomendasi ekspor sebesar 1,11 juta Wet Metric Ton (WMT) konsentrat tembaga berdasarkan Surat Persetujuan Nomor 352/30/DJB/2017 tertanggal 17 Februari 2017. Ekspor tersebut berlaku selama setahun dan kedaluwarsa 16 Februari 2018 mendatang.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER