Jakarta, CNN Indonesia -- Polda Metro Jaya menjerat pimpinan Koperasi Simpan Pinjam Pandawa Mandiri Group Salman Nuryanto dengan pasal berlapis.
Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Mochamad Iriawan mengatakan, kasus tersebut merupakan bagian dari penipuan, penggelapan yang terkait perbankan, dan tindak pidana pencucian uang.
"Jumlah laporan yang diterima polisi ada 22, kami melakukan pemeriksaan mulai dari saksi-saksi, saksi ahli dari Kementerian Koperasi dan OJK (Otoritas Jasa Keuangan)," ujar Iriawan di Mapolda Metro Jaya, Senin (20/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pasal yang dijerat pada Nuryanto yaitu 372 KUHP dengan pidana paling lama empat tahun penjara, Pasal 378 KUHP maksimal empat tahun penjara, Pasal 46 UU Nomor 10/1998 dengan pidana penjara maksimal 15 tahun penjara dan pidana pencucian uang Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 UU 8/2010.
Tidak hanya Nuryanto, Iriawan mengatakan, pasal berlapis juga akan dikenakan kepada tiga rekan Nuryanto yang ikut ditangkap.
Mereka adalah Madamine, leader Pandawa; orang kedua setelah Nuryanto; serta Taryo dan Subardi yang berperan sebagai administrator di Pandawa.
Dari hasil penelusuran polisi, Iriawan menemukan sejumlah aset yang diduga milik Nuryanto dari hasil investasi bodong tersebut. Aset itu seperti tanah di Batam, Bandung, Pemalang, dan Banyuwangi, serta rekening senilai Rp100 miliar.
"Kami akan secepatnya memblok dan membekukan aset yang masih ada di luar. Kami akan memblokir dan mengamankan, secara proses hukum untuk pengembalian uang ke nasabah yang dirugikan," ujarnya.
Sejauh ini, polisi telah mencatat kerugian sekitar Rp3 triliun dari investasi bodong yang dilakukan Salman. Polisi juga telah mencatat sebanyak 776 investor yang melaporkan soal investasi bodong tersebut.
Pada Oktober lalu, Satgas Waspada Investasi OJK meminta Pandawa berhenti beroperasi. Alasannya, pemberian bunga 10 persen kepada investor yang dilakukan badan usaha itu tak sesuai izin yang mereka dapatkan.