Hakim Sidang Ahok Minta Jaksa Lunasi Sisa Saksi Ahli

filani | CNN Indonesia
Rabu, 22 Feb 2017 03:24 WIB
Ketua Majelis Hakim mengingatkan Jaksa Penuntut Umum untuk segera menghadirkan sejumlah saksi ahli dalam waktu maksimal dua kali persidangan.
Ketua Majelis Hakim mengingatkan Jaksa Penuntut Umum untuk segera menghadirkan sejumlah saksi ahli dalam waktu maksimal dua kali persidangan. (ANTARA FOTO/Pool/M Agung Rajasa)
Jakarta, CNN Indonesia -- Tiga orang ahli telah diminta keterangannya dalam sidang lanjutan kasus penistaan agama atas terdakwa Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Selasa (21/2). Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarto mengingatkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk segera menghadirkan sejumlah saksi ahli dalam waktu maksimal dua kali persidangan.

"Setelah itu, kita berikan kesempatan bagi penasihat hukum untuk mendatangkan saksi a de charge (saksi meringankan) dan saksi ahli mereka," ujar Dwiarso di dalam Ruang Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan.

Adapun saksi ahli dari JPU yang tercatat belum memberikan kesaksian di persidangan masih tersisa lima orang. Tiga di antaranya adalah ahli hukum pidana Abdul Chair Ramadhan, yang dijadwalkan hadir sejak sidang ke sepuluh pada 13 Februari lalu, ahli hukum pidana dari Universitas Gadjah Mada Edward Omar Sharif, dan ahli bahasa dari Universitas Mataram Husni Muadz.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Sementara itu, Ahok sempat mengucapkan permintaan maaf kepada seluruh warga Jakarta, terutama mereka, yang saat ini kembali dilanda banjir. Dia beralasan, proses persidangan ini membuatnya tak bisa bekerja penuh mengantisipasi banjir.

"Satu hal, saya ingin menyampaikan permintaan maaf kepada warga DKI. Karena kasus saya ini, saya jadi tidak bisa bekerja penuh sebagai gubernur. Padahal lagi banjir," ujarnya usai mengikuti sidang lanjutan yang berjalan selama hampir 13 jam.

Ahok mengatakan tak punya niat sedikit pun untuk melakukan penodaan agama. Hanya saja, proses hukum sudah berjalan, dan dia harus hadir di persidangan setiap minggunya.


Sidang ke-11 Ahok berlangsung dari pagi hingga malam dengan menghadirkan tiga orang ahli. Diantaranya, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Miftahul Akhyar, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang juga Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Yunahar Ilyas, dan seorang ahli hukum pidana dari MUI, Mudzakkir. Sidang dimulai sekitar pukul 09.30 WIB dan berakhir pukul 22.30 WIB.

Wakil Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Miftahul Akhyar (tengah) salah satu saksi ahli dalam sidang terdakwa Ahok.Foto: ANTARA FOTO/Pool/M Agung Rajasa
Wakil Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Miftahul Akhyar (tengah) salah satu saksi ahli dalam sidang terdakwa Ahok.
Kalimat yang Dinilai Menodakan Agama

Pada sidang kemarin, ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII), Mudzakkir mengatakan, ada tiga hal yang menjadi fokus kajiannya setelah diperlihatkan video lengkap berisi pidato Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di Kepulauan Seribu, pada 27 September 2016 lalu.

"Ada tiga hal (kalimat) yang sangat penting. Kalimat pertama terkait kalimat 'jangan percaya sama orang', kedua adalah kalimat 'maka kamu enggak pilih saya', lalu ketiga kalimat 'dibohongi pakai Surat Al-Maidah Ayat 51'," ujar Mudzakkir di hadapan majelis hakim.

Ketiga penggalan kalimat itu, menurutnya memiliki keterkaitan satu sama lain. Kalimat pertama menandakan ada orang atau oknum yang sebelumnya sudah lebih dulu menyampaikan Surat Al-Maidah Ayat 51.


Sementara pada kalimat kedua, lanjut Mudzakkir, terdapat indikasi bahwa orang yang menyampaikan Surat Al-Maidah Ayat 51 ini telah membuat terdakwa tidak bisa dipilih lagi.

Pada akhirnya, melalui kalimat ketiga, Mudzakkir menyimpulkan bahwa orang yang menyampaikan surat Al-Maidah ayat 51 tersebut telah menggunakan kutipan ayat suci Al-Quran sebagai alat untuk berbohong.

"Sementara di bagian berikutnya, kata dibohongi itu diulangi lagi dalam bentuk bahasa lain, yakni 'dibodohi'," imbuh Mudzakkir.

Hal inilah yang kemudian menjadi dasar penilaiannya sebagai ahli pidana, bahwa ucapan Ahok tergolong bentuk penodaan terhadap agama. "Kalau digabung maknanya, jadi istilah penodaan," tegas Mudzakkir.

Mudzakkir menilai, dalam kalimatnya, Ahok langsung mengutip 'surat Al-Maidah ayat 51'. Kasusnya mungkin akan berbeda, jika Ahok mengutip 'terjemahan surat Al-Maidah ayat 51 yang keliru'.


"Tapi kan faktanya beda. Dalam kalimat terdakwa, ahli mengartikan ada orang-orang yang dibohongi dengan surat Al-Maidah ayat 51 yang berasal dari kitab suci Al-Quran. Padahal menurut ajaran Islam, kitab suci Al-Quran adalah firman Allah. Di situ letak menodainya," jelasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Mudzakkir sempat menyebutkan, ada unsur kesengajaan yang mendasari Ahok untuk mengutip surat Al-Maidah ayat 51 dalam pidatonya di Kepulauan Seribu.

Pasalnya, menurut Mudzakkir, Ahok sadar bahwa dirinya kerap dipolitisasi dengan tafsiran Surat Al-Maidah ayat 51 tersebut. Maka, tindakan tersebut, kemungkinan besar dilakukan Ahok dalam rangka pembelaan diri.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara kemudian menetapkan untuk menunda jalannya sidang hingga Selasa (28/2) pekan depan. (pmg)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER