Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Muhammad Romahurmuziy (Romi) mengusulkan revisi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (UU Pemda) untuk mencegah multitafsir.
"Kita tahu bahwa pendapat ahli hukum tata negara berbeda yang menimbulkan mutitafsir. Tentu PPP mendukung dilakukan revisi terhadap pasal 83 UU Pemda yang memastikan tidak dimungkinkannya ada multitafsir," kata Romi di kompleks DPR, Kamis (23/2).
Pasal 83 UU Pemda menjadi multitafsir sejak Ahok diaktifkan kembali sebagai gubernur meskipun menyandang status terdakwa dugaan penodaan agama. Dalam pasal itu dijelaskan kepala daerah harus diberhentikan sementara jika didakwa dengan ancaman penjara paling singkat lima tahun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, Ahok menerima dakwaan alternatif, yaitu pasal 156 KUHP dan pasal 156a KUHP. Dalam pasal 156 dikatakan masa hukuman penjara terberat selama empat tahun sedangkan pasal 156a selama lima tahun.
Dakwaan alternatif dijadikan alasan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo untuk tidak menonaktifkan Ahok. Tjahjo pun meminta penafsiran kepada Mahkamah Agung (MA) terkait pasal itu agar tidak salah bertindak.
Menurut Romi, permintaan pemerintah kepada MA untuk menafsirkan pasal 83 UU Pemda merupakan salah satu tanda bahwa pasal itu multitafsir. MA pun menolak memberikan fatwa dan menyerahkan kembali ke pemerintah.
"Pemerintah dan Mendagri sudah berkali-kali menyarankan menunggu tuntutan jaksa," kata Romi.
Secara terpisah, Wakil Ketua DPR sekaligus Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon mengatakan, UU Pemda memungkinkan direvisi tetapi tidak dalam waktu dekat. Dia berharap UU itu tidak direvisi untuk tujuan melindungi Ahok.
"Ya, bisa saja, tapi itu di masa yang akan datang. Saya kira tidak perlu multitafsir karena selama ini sudah dijalankan sesuai dengan yang dituntut, yaitu diberhentikan sementara," kata Fadli.
(pmg)