Jakarta, CNN Indonesia -- Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mendesak Mahkamah Konstitusi segera menyampaikan putusan hasil uji materi terhadap Pasal 9 huruf a Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah.
Pasal itu terkait kewajiban Komisi Pemilihan Umum untuk berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah dalam menyusun Peraturan KPU. Konsultasi tersebut bersifat mengikat.
Peneliti Perludem Fadli Ramadhanil mengatakan, argumentasi yang mewajibkan KPU berkonsultasi dan hasil konsultasi bersifat mengikat telah melanggar kemandirian KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu, sebagaimana diatur dalam Pasal 22E ayat (5) UUD 1945 tentang Pemilu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kewajiban melakukan konsultasi, apalagi sifat hasil konsultasi tersebut mengikat melanggar prinsip kemandirian KPU. Oleh karena itu, putusan uji materi harus segera dibacakan MK," ujar Fadli dalam diskusi di Jakarta, Kamis (23/2).
Fadli mengatakan, putusan uji materi atas pasal tersebut diperlukan untuk mencegah terjadinya politisasi di dalam proses uji kelayakan dan kepatutan calon anggota KPU dan Badan Pengawas Pemilu di Komisi II DPR yang sebentar lagi terlaksana.
Fadli berkata, belum dibacakannya putusan tersebut dikhawatirkan menjadi alat tawar menawar politik antara calon anggota KPU dan Bawaslu dengan DPR. Menurutnya, DPR terkesan menunda proses uji kelayakan lantaran merasa mereka yang lolos merupakan pihak yang mendukung uji materi.
"Padahal tidak semua calon sepakat dengan uji materi," ujarnya.
Lebih lanjut, ia juga menuturkan, deadline pemilihan anggota KPU-Bawaslu jatuh pada 4 April 2017 atau delapan hari sebelum berakhir masa jabatan komisioner saat ini. Apabila proses seleksi tertunda, ia khawatir persiapan Pilkada 2018 dan Pilpres 2019 akan terganggu.
"Jika hal ini dibiarkan berlarut-larut akan berdampak pada tertundanya proses seleksi. Padahal pertengahan tahun ini sudah mulai persiapan Pilkada 2018," ujarnya.
Untuk diketahui, Pansel komisioner KPU-Bawaslu telah menyerahkan 14 nama calon anggota KPU dan 10 nama calon anggota Bawaslu kepada Presiden pada 1 Februari lalu.
Hasil seleksi tersebut selanjutnya akan diajukan Presiden kepada DPR untuk dilakukan pemilihan terhadap tujuh anggota KPU dan lima anggota Bawaslu.
Jika dihitung berdasarkan hari kerja, paling lambat pada 21 Februari, Presiden sudah harus menyerahkan 24 nama calon penyelenggara pemilu dimaksud. Berikutnya, dalam waktu 30 hari sejak berkas calon diterima, DPR sudah harus melakukan uji kelayakan dan kepatutan, serta memilih anggota KPU-Bawaslu.
Di sisi lain, Fadli juga mengingatkan MK untuk segera berbenah, khususnya dalam segi waktu pembacaan putusan dari jarak selesainya proses persidangan. Pasalnya, ia menyebut, lama pembacaan putusan mempengaruhi kecepatan penyelesaian problem konstitusinalitas norma dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara.
"MK perlu segera memperbaiki preseden itu. Setidaknya MK harus mulai menjadikan urgensi realitas dari sebuah permohonan untuk disegerakan pembacaan putusannya," ujat Fadli.
Lebih dari itu, ia berharap, putusan MK dapat menjadi jawaban atas kemandirian KPU sebagai lembaga penyelengara Pemilu sebagaimana diatur dalam Pasal 22E ayat 5 UUD 1945 yang berbunyi Pemilu diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang beraifat tetap, nasional, dan mandiri.
(pmg)