Jakarta, CNN Indonesia -- Hatta Ali resmi kembali menjabat Ketua Mahkamah Agung. Proses pengucapan sumpah jabatan dilakukan di hadapan Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Rabu (1/3). Hatta akan menjabat selama tiga tahun sebelum masuk masa pensiun usia 70 tahun pada 2020 mendatang.
Usai dilantik, Hatta mengaku tak mendapat pesan khusus dari Jokowi. Ia menyatakan akan meningkatkan pengawasan di lingkungan MA selama masa jabatan periode kedua ini. Sejumlah kasus tangkap tangan yang menjerat hakim maupun pejabat MA pada 2016, dinilai Hatta menjadi pengalaman untuk mematangkan regulasi pengawasan.
"Saya punya kewajiban moral untuk memimpin MA ke depan selama tiga tahun. Kalau bisa saya tingkatkan lagi dan pengawasan lebih diperketat," ujar Hatta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengawasan ini, kata Hatta, juga telah diatur melalui Peraturan MA Nomor 7, 8, dan 9 tahun 2016. Hatta menegaskan, setiap orang yang melanggar kode etik di lingkungan MA akan langsung ditindak.
Selain meningkatkan pengawasan, Hatta juga akan fokus dalam penyelesaian perkara dan meningkatkan sumber daya manusia. Ia mengklaim, utang perkara MA tahun 2016 merupakan yang terendah sepanjang sejarah dengan jumlah 2.735 perkara.
Sementara Januari hingga Desember 2016, jumlah perkara yang masuk ke pengadilan mencapai 14.564 perkara. Jika ditambah sisa perkara yang belum selesai pada 2015 yakni 3.950 perkara, artinya mencapai 18.514 perkara.
"Semua tinggal saya tingkatkan baik pengawasan, peningkatan SDM, transparansi, dan penyelesaian perkara. Semua sudah kami tata tinggal meneruskan," katanya.
Kurangi Fatwa Hatta Ali juga berniat mengurangi penerbitan fatwa pada periode kedua nanti. Menurutnya proses penerbitan fatwa sangat selektif dan perlu dibawa ke rapat pimpinan untuk dimusyawarahkan bersama.
"Banyak fatwa yg diajukan pihak berperkara. Kami tidak memberikan jawaban karena tidak mengetahui secara detail permasalahan hukumnya. Ini bisa disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab," kata Hatta.
Sebelumnya, MA enggan menerbitkan fatwa tentang status Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok lantaran masih ada pihak yang mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. MA khawatir penerbitan fatwa itu justru akan mengganggu independensi hakim yang berperkara. Terlebih fatwa itu juga bersifat tak mengikat.
"Masih ada pihak yang berasumsi bahwa fatwa mengikat untuk dilaksanakan. Padahal tidak, fatwa bisa dilaksanakan bisa tidak," ujarnya.
Ketentuan tentang fatwa telah diatur dalam Undang-undang Nomor 14 tahun 1985 tentang MA. Ada sejumlah proses yang mesti dilalui sebelum fatwa itu diterbitkan. Apalagi tak ada ketentuan baku yang mengatur batas waktu penerbitan fatwa.
Dalam proses kajian, MA akan membentuk tim untuk membahas perkara yang dimohonkan. Anggota tim harus sesuai dengan kebutuhan isi fatwa sebelum diterbitkan.
Jika perkara pidana, maka ahli yang dibutuhkan juga seseorang yang memiliki kemampuan tentang hukum pidana, begitu pula dengan kemampuan tentang hukum perdata, tata negara, maupun lainnya.
(sur/gil)