
Ipar Jokowi Disebut Temui Dirjen Pajak Bahas Persoalan PT EKP
Senin, 06 Mar 2017 18:33 WIB

Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Bidang Pemeriksaan, Penagihan Intelijen, dan Penyidikan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Khusus Wahono Saputro dan Kepala Sub Direktorat Bukti Permulaan Pajak Direktorat Penegakan Hukum Pajak DJP Handang Soekarno menyebut nama adik ipar Presiden Joko Widodo, Arif Budi Sulistyo, saat mereka berbincang terkait permasalahan pajak PT EK Prima Ekspor Indonesia (EKP).
Fakta tersebut diungkap jaksa penutut umum di Pengadilan Tipikor, Jakarta, pada sidang kasus dugaan suap pajak dengan terdakwa Country Director PT EK Prima Ekspor Indonesia (EKP) Ramapanicker Rajamohanan Nair, Senin (6/3).
Fakta tersebut diungkap jaksa penutut umum di Pengadilan Tipikor, Jakarta, pada sidang kasus dugaan suap pajak dengan terdakwa Country Director PT EK Prima Ekspor Indonesia (EKP) Ramapanicker Rajamohanan Nair, Senin (6/3).
Jaksa mengungkap fakta itu dengan cara membeberkan percakapan dalam aplikasi Whatsapp antara Wahono dan Handang.
Dari bukti percakapan yang ditunjukkan jaksa, Wahono mengirim pesan pada Handang yang berisi, "Ini Arif ternyata kawannya Pak Haniv juga, Mas Handang. Jadi Arif juga sudah ngomong ke Pak Haniv masalah Mohan ini." Haniv yang dimaksud Wahono adalah Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus.
Jaksa lantas mengkonfirmasi percakapan itu kepada Wahono yang berstatus saksi dalam dalam persidangan tersebut.
Menjawab jaksa, Wahono mengaku tak mengenal dan hanya mengetahui Arif dari Handang. "Menurut Pak Handang, Pak Arif itu masih saudara dengan presiden. Jadi dari pembicaraan itu saya menilai bahwa Pak Arif memang kenal sama Pak Handang," ujar Wahono.
Wahono mengatakan, Arif pernah meminta Haniv mengenalkannya kepada Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi. Namun Wahono mengaku tak tahu kelanjutan dari permintaan itu.
"Saya dengar dari Pak Haniv kalau Pak Arif minta dikenalkan ke Pak Dirjen. Tapi saya lupa pembicaraannya bagaimana," kata Wahono.
Ketiga pejabat DJP itu, menurut Wahono, pernah bertemu untuk membicarakan permasalahan PT EKP. Adapun, ia menyebut Rajamohanan juga pernah berdialog dengan Haniv dan Ken. Namun Wahono menyatakan tak ikut dalam pertemuan tersebut.
"Saya dengar Pak Mohan pernah ketemu Pak Haniv itu betul, dengan dirjen juga. Tapi saya enggak ikut," tuturnya.
Lebih dari itu, Wahono membantah Haniv mengintervensi penyelesaian pajak PT EKP. Ia menilai, selama ini Haniv tak pernah memerintahkan apapun untuk menyelesaikan perkara tersebut.
Dalam surat dakwaan, jaksa menyebut Ken Dwijugiasteadi dan Arif Budi Sulistyo bertemu pada 23 September 2016 di lantai 5 Gedung Ditjen Pajak. Dalam surat dakwaan, Arif disebut berteman dengan Haniv.
PT EKP sebelumnya mengajukan permohonan restitusi sepanjang Januari 2012-Desember 2014 yang mencapai Rp3,53 miliar. Permohonan restitusi diajukan pada 26 Agustus 2015 ke KPP PMA Enam.
Namun Kepala Kantor KPP PMA Enam Soniman Budi Raharjo tak menyetujui permohonan itu karena tidak yakin dengan kebenaran transaksi PT EKP. Salah satu hal yang ia duga tak beres adalah PT EKP membeli barang kena pajak dari pedagang lain tanpa dikenakan PPN.
Enom akhirnya menerbitkan Surat Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) kepada PT EKP pada September 2016. Kantor KPP PMA Enam menyatakan, ada dugaan PT EKP tak menggunakan status PKP secara benar sehingga ada indikasi yang tak benar pula dalam pengajuan restitusi.
Rajamohanan yang menjadi terdakwa pemberi suap, didakwa memberikan uang tunai US$148.500 atau sekitar Rp1,99 miliar dari total yang ia janjikan kepada Handang, sebesar Rp6 miliar. Suap itu terkait pengurusan pajak PT EKP, antara lain soal tagihan PPN dan status PKP.
(abm/gil)
Dari bukti percakapan yang ditunjukkan jaksa, Wahono mengirim pesan pada Handang yang berisi, "Ini Arif ternyata kawannya Pak Haniv juga, Mas Handang. Jadi Arif juga sudah ngomong ke Pak Haniv masalah Mohan ini." Haniv yang dimaksud Wahono adalah Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus.
Jaksa lantas mengkonfirmasi percakapan itu kepada Wahono yang berstatus saksi dalam dalam persidangan tersebut.
Wahono mengatakan, Arif pernah meminta Haniv mengenalkannya kepada Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi. Namun Wahono mengaku tak tahu kelanjutan dari permintaan itu.
"Saya dengar dari Pak Haniv kalau Pak Arif minta dikenalkan ke Pak Dirjen. Tapi saya lupa pembicaraannya bagaimana," kata Wahono.
"Saya dengar Pak Mohan pernah ketemu Pak Haniv itu betul, dengan dirjen juga. Tapi saya enggak ikut," tuturnya.
Lebih dari itu, Wahono membantah Haniv mengintervensi penyelesaian pajak PT EKP. Ia menilai, selama ini Haniv tak pernah memerintahkan apapun untuk menyelesaikan perkara tersebut.
Dalam surat dakwaan, jaksa menyebut Ken Dwijugiasteadi dan Arif Budi Sulistyo bertemu pada 23 September 2016 di lantai 5 Gedung Ditjen Pajak. Dalam surat dakwaan, Arif disebut berteman dengan Haniv.
Namun Kepala Kantor KPP PMA Enam Soniman Budi Raharjo tak menyetujui permohonan itu karena tidak yakin dengan kebenaran transaksi PT EKP. Salah satu hal yang ia duga tak beres adalah PT EKP membeli barang kena pajak dari pedagang lain tanpa dikenakan PPN.
Enom akhirnya menerbitkan Surat Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) kepada PT EKP pada September 2016. Kantor KPP PMA Enam menyatakan, ada dugaan PT EKP tak menggunakan status PKP secara benar sehingga ada indikasi yang tak benar pula dalam pengajuan restitusi.
Rajamohanan yang menjadi terdakwa pemberi suap, didakwa memberikan uang tunai US$148.500 atau sekitar Rp1,99 miliar dari total yang ia janjikan kepada Handang, sebesar Rp6 miliar. Suap itu terkait pengurusan pajak PT EKP, antara lain soal tagihan PPN dan status PKP.
ARTIKEL TERKAIT
Lihat Semua
BERITA UTAMA
TERBARU
LAINNYA DI DETIKNETWORK