Jakarta, CNN Indonesia -- Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar mengimbau kewajiban mensalati jenazah setiap orang muslim. Dia mengingatkan, apabila tidak ada satupun orang pun yang menyalati jenazah muslim, maka akan menanggung dosa massal yang ditanggung bersama.
"Aliran politik apapun itu tidak mengganggu orang untuk disalati. Yang penting orang itu muslim betul," kata Nasaruddin di kompleks Istana Kepresidenan, Senin (13/3).
Nasaruddin mengingatkan aturan salat jenazah terkait dengan pemasangan berbagai spanduk provokatif yang menyatakan penolakan menyalatkan jenazah bagi pendukung Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Beberapa spanduk di antaranya dipasang di kawasan Karet, Setiabudi, Jakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Asal orang itu sudah bersyahadat, itu sudah Muslim. Tidak perlu dipertentangkan lagi. Bahkan orang yang ragu pun disalati juga," kata dia.
Sikap serupa disampaikan Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin. Ia tak mempermasalahkan jika ada seorang yang tak berkenan memandikan jenazah, namun masih ada umat lainnya yang memandikan dan menyalatkan.
"Kalau ada yang tidak bersedia karena alasan tertentu silakan saja. Kan pasti ada umat Islam lain, paling tidak keluarga terdekat," tutur Din.
Senada, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyadari tensi politik Jakarta meningkat tahun ini karena pemilihan gubernur DKI Jakarta. Namun, ia meminta masyarakat menempatkan agama pada tempatnya, tidak dicampur dengan politik.
Imbauan ini disampaikan karena dirinya bukan dalam posisi memberikan sanksi kepada masjid yang menolak memandikan jenazah.
"Kemampuan saya adalah mengimbau semua pihak bagaimana Pilkada tidak dikotori, tidak dicemari hal-hal justru menimbulkan konflik dengan alasan agama," ucap Lukman.
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Zulkifli Hasan menyatakan siap akan menyalatkan jenazah apabila ditolak oleh pengurus musala dan masjid.
“Kalau orang itu masuk surga atau tidak biar Allah yang menentukan, jangan kita. Kita hormati apapun pendapat orang,” ujarnya.
Pemerintah provinsi DKI Jakarta telah mencopot 147 spanduk provokatif larangan menyalatkan jenazah yang beredar di lima wilayah Jakarta. Pencopotan itu hasil kerjasama antara Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dengan warga sekitar.
Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta Sumarsono curiga spanduk provokatif berisi larangan menyalatkan jenazah bagi pendukung Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang beredar di Jakarta dipasang kelompok tertentu untuk kepentingan politik.
"Tulisannya seragam, cetakannya seragam. Hanya warnanya saja yang beda-beda. Kalau begitu kan, kemungkinan ada satu sumber yang menggerakkan," kata Sumarsono di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Senin (13/3).