Jakarta, CNN Indonesia -- Anggota Komisi II DPR 2009-2014 dan 2014-2019 dari Fraksi PDI Perjuangan, Budiman Sudjatmiko menyatakan siap memberi keterangan yang sejelas-jelasnya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi menyangkut kasus dugaan korupsi proyek pengadaan KTP elektronik atau e-KTP.
“Demi menegakkan keadilan dan menghindari fitnah, saya meminta KPK untuk memeriksa semua anggota Komisi II DPR periode 2009-2014, tentu saja termasuk saya,” ujar Budiman kepada CNNIndonesia.com, Senin (13/3).
Budiman menyatakan dirinya merasa perlu menjelaskan fakta sehubungan dakwaan jaksa pada dua terdakwa kasus e-KTP yaitu Irman dan Sugiharto yang menyebutkan ada sekitar 37 nama anggota Komisi II yang diduga menerima suap US$13 ribu sampai US$18 ribu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Bahwa saya sebagai anggota Komisi II pada periode 2009-2014, yang sering mengikuti rapat-rapat terbuka Komisi II di Gedung DPR membahas program pemerintah tentang e-KTP, belum pernah sekalipun diperiksa oleh KPK terkait skandal E-KTP ini,” tutur Budiman.
Karena itu, tegas Budiman, ia meminta KPK untuk memeriksa seluruh anggota Komisi II periode 2009-2014 tanpa kecuali.
Lebih lanjut Budiman mengatakan tidak akan melaporkan Irman dan Sugiharto ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri seperti yang ditempuh oleh mantan Ketua DPR Marzuki Alie terkait kasus e-KTP. Selain Irman dan Sugiharto, Marzuki juga turut melaporkan penyedia barang atau jasa di Kementerian Dalam Negeri Andi Agustinus alias Andi Narogong.
“Saya tak mau melaporkan siapapun. Saya justru minta dipanggil dan diperiksa KPK yang dalam surat dakwaan menyebut 37 nama seluruh anggota Komisi II padahal kenyataannya jumlah anggota Komisi II periode 2009-2014 adalah 51 orang,” ungkap Budiman.
Budiman menekankan, ia tak pernah dipanggil oleh KPK sekalipun dalam 3 tahun pemeriksaan KPK atas e-KTP ini, baik sebagai tersangka atau bahkan cuma sebagai saksi penerima suap. “Ini penting untul menghindari fitnah dan gosip yang liar. Saya bersedia bekerja sama.”
Dia mengaku sedih dan marah dengan dugaan korupsi ini. Sebenarnya, ujar Budiman sangat besar keuntungan masyarakat jika e-KTP berlaku seperti seharusnya.
“Maka, saat e-KTP jadi bancakan maka pertaruhannya sangat besar yaitu langkah kita menuju masyarakat modern dengan
single identity terhenti, minimal terhambat. Zaman digital hanya kita injak gerbangnya tanpa bisa masuk halaman apalagi ke ruang tengahnya,” bebernya.
Sementara itu, lanjut Budiman, kerusakan yang diakibatkan korupsi e-KTP bahkan lebih besar dari sekadar angka kerugian material negara yang ditimbulkannya. “Kerugian kita adalah menunda kesempatan untuk menuju masyarakat yang maju dan tertib administrasi,” ucapnya.
Karena itu, dia menambahkan, lebih baik DPR mendukung saja penuntasannya secara hukum dengan cara KPK memanggil semua anggota Komisi II. “Tidak usah dibentuk Panitia Angket tentang kasus e-KTP ini. Juga tak perlu ada Revisi UU KPK,” tegas Budiman.