Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Elia Massa Manik meminta KPK mendampingi perusahaannya pada pelaksanaan megaproyek bernilai US$40 miliar. Ia berharap pejabat Pertamina tidak menyalahi aturan apapun pada proyek tersebut.
Elia mengutarakan permohonannya tersebut saat bertemu dengan tiga petinggi KPK, Agus Rahardjo, Basaria Panjaitan, dan Saut Situmorang sekitar 90 menit di Gedung KPK, Jakarta, Senin (20/3).
Pendampingan KPK, kata Elia, juga dapat berdampak positif pada target waktu lima yang dicanangkan Pertamina pada proyek tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau
project management ontime, tidak akan ada kerugian. Tadi juga berdiskusi dengan pimpinan KPK agar tidak ada penyalahgunaan aturan," ujarnya.
Elia mengatakan, sebagai direktur utama yang baru dipilih pemerintah, ia ingin memunculkan kultur transparansi dari tingkat direksi hingga para pegawai. Menurutnya, iklim keterbukaan itu akan menguatkan soliditas dan mencegah rasa saling curiga di internal Pertamina.
Ketua KPK Agus Rahardjo berkata, institusinya akan segera memberikan asistensi terkait jalur birokrasi kepada Pertamina. Ia berkata, selama ini sejumlah kepala daerah dan pejabat negara kerap mengabaikan permintaan Pertamina.
"Kalau punya megaproyek, sering ada hambatan yang ditimbulkan birokrasi. Terkadang bupati kalau dipanggil gubernur saja enggak mau, kalau dipangil KPK datang. Jadi KPK memperlancar proses, urusan, dan menegakkan integritas, koridornya itu," ucap Agus.
Untuk menambah kapasitas produksi, Pertamina memang merencanakan setidaknya tujuh megaproyek berupa pengembangan dan pembangunan kilang. Target besar mereka, Indonesia dapat melakukan swasembada BBM pada 2023.
Tujuh megaproyek itu antara lain
refinery development masterplan program untuk Kilang Balikpapan di Kaltim bernilai US$5 miliar, pengembangan terminal BBM Pulau Sambu (US$103,8 juta) dan Tanjung Uban (US$62,4 juta) di Kepri serta pembangunan kilang
grass root refinary di Tuban Jatim (US$14 miliar).