Jakarta, CNN Indonesia -- Sandiaga Salahuddin Uno mengaku plong alias lega setelah memberikan keterangan pada Polda Metro Jaya terkait kasus dugaan penggelapan. Sandi diperiksa sekitar empat jam.
"Alhamdulillah saya 'plong', lega. Dari pertanyaan tadi menunjukkan saya tidak terlibat. Tidak ada kekhawatiran (saya pada kasus dugaan penggelapan) seperti yang banyak meyita publik," kata Sandi di Kantor Polda Metro Jaya, Jumat (31/3).
Selama diperiksa Sandi menjawab 32 pertanyaan dari pihak Polda. Ia mengaku menjawab setiap pertanyaan dengan lugas sebagai bentuk klarifikasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya sudah hakul yakin dan semakin yakin (tidak terlibat dalam kasus dugaan penggelapan). Sangat hakul yakin, 100 persen yakin," kata Sandi.
Calon wakil gubernur DKI nomor urut tiga itu mengaku tidak merasa dikriminalisasi atas laporan yang menyeret dirinya. Laporan itu dianggap sebagai konsekuensi dari seorang yang ingin lakukan perubahan di Jakarta.
Sandi kini tak mau terlalu memusingkan diri dengan pelaporan kasus dugaan penggelapan tersebut. Dia memilih berkonsenterasi menyelesaikan kampanye putaran kedua agar bisa mendulang suara terbanyak.
"Dalam waktu kurang dari tiga minggu kita akan lihat pemimpin baru," kata Sandi.
Kuasa hukum Sandi, Agus Soetopo, menyebut kliennya belum menerima uang hasil penjualan tanah yang kini dipersoalkan.
"Belum (terima uang) ini kan tim likuidator masih bekerja jadi likuidasi masih belum tuntas, juga laporannya mereka juga belum dilaporkan kepada Pak Sandi sebagai pemegang saham. Jadi kami juga menunggu ini ke mana uangnya," kata Agus.
Terkait dengan proses penjualan tersebut, menurut Agus, Sandi juga hanya mendapat laporan secara lisan dari tim likuidator.
Menurut Agus, pelapor Djoni Hidayat yang juga merupakan salah satu anggota direksi seharusnya bisa mengelola perusahaan dengan baik. Selain itu, Djoni yang juga merupakan anggota tim likuidator harusnya bisa melaporkan proses penjualan tanah tersebut dan tahu ke mana arah uangnya.
Polisi memeriksa Sansi untuk menindaklanjuti laporan Fransiska Kumalawati tentang dugaan penggelapan lahan senilai Rp12 miliar pada Desember 2012. Diduga tindak pidana penggelapan terjadi saat penjualan sebidang tanah di Jalan Raya Curug, Tangerang, Banten.
Sebelumnya, Anggota Tim Advokasi Anies-Sandi, Arifin Djauhari menjelaskan bahwa Sandi tidak mengetahui penjualan lahan dalam kasus dugaan penggelapan tersebut. Penjualan lahan dari PT Japirex yang sahamnya dimiliki Sandi itu, disebut telah diserahkan pada tim likuidasi.
Menurut Arifin, kasus tersebut bermula pada 2001 ketika Sandiaga membeli saham PT Japirex dari John Nainggolan yang berkedudukan di Curug, Tangerang.
"Atas pembelian 1.000 lembar saham oleh Sandiaga tersebut, kemudian Sandiaga menjadi pemegang saham 40 persen atas perseroan," kata Arifin.
"Singkat cerita, 11 Februari 2009, PT Japirex oleh pemegang saham 40 persennya, Sandi, 60 persen Andreas Tjahyadi, dibubarkan," lanjut Arifin.
Berdasarkan Akta Nomor 3 tentang Penyalaan Keputusan Para Pemegang saham Persoran Terbatas PT Japirex tertanggal 11 Februari 2009, tentang kesepakatan membubarkan perusahaan dan membentuk tim likuidasi.
Sehingga, menurut Arifin, proses likuidasi menyebabkan PT Japirex berubah status terlikuidasi dan dinyatakan sudah tidak ada lagi.
"Oleh karena itu, segala hak dan kewajiban yang melekat pada PT Japirex menjadi urusan tim likuidasi," kata Arifin.