Jakarta, CNN Indonesia -- Kejaksaan telah menganggap lengkap berkas perkara ujaran kebencian dengan tersangka Buni Yani. Tahap selanjutnya penyidik akan memanggil Buni Yani dan akan menyerahkannya bersama barang bukti ke Kejaksaan Jawa Barat, sebelum dimulainya sidang.
"Tinggal tahap dua. Tahap satu diterima berkas perkaranya dan dinyatakan sudah lengkap. Tahap dua tersangka dan barang bukti. Nanti kami buatkan undangan, surat panggilan," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigadir Jenderal Rikwanto di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (5/4).
Rikwanto tidak menyebutkan waktu pemanggilan Buni Yani dengan alasan penyidik baru saja merampungkan proses berkas tahap satu Buni Yani.
"Kami cari waktu untuk memanggil yang bersangkutan dengan buktinya. Kemudian kami tentukan waktunya, selanjutnya kami serahkan ke kejaksaan," kata Rikwanto.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kejaksaan Jawa Barat telah menyatakan lengkap berkas perkara Buni Yani. Setelah proses barang bukti dan tersangka dilimpahkan, perkara akan disidang di Pengadilan Negeri (PN) Depok, Jawa Barat.
Buni Yani dijerat dengan Pasal 28 ayat (2) Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dia disangkakan melanggar UU ITE karena memposting status Facebook yang diduga berisi konten pelanggaran suku, agama, ras dan antargolongan.
Buni dilaporkan Komunitas Advokat Muda Ahok-Djarot melaporkan Buni Yani ke Polda Metro Jaya pada 7 November 2016 lalu.
Pada 27 Februari lalu, Buni Yani mengadu ke kantor Komnas HAM ditemani kuasa hukumnya Aldwin Rahadian. Dalam aduannya, Buni Yani menyampaikan harapannya untuk mendapat keadilan dalam kasus yang dihadapinya.
Dia mengatakan, semua warga negara harus mendapat perlakuan yang sama di depan hukum.
Sementara itu, Aldwin menilai penanganan kasus Buni Yani seperti dipaksakan. Dia mencontohkan, dari proses pemberkasan dari penyidik hingga dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Jawa Barat tak kunjung selesai.
Aldwin menyebut penanganan kasus kliennya berbeda dengan kasus yang menjerat dosen Universitas Indonesia, Ade Armando. Menurutnya, sangkaan terhadap Ade justru lebih memenuhi unsur pelanggaran UU ITE tapi tidak dilanjutkan ke tingkat pengadilan.
Buni pernah mengajukan praperadilan atas status tersangka, namun ditolak hakim Sutiyono di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 21 Desember 2016. Hakim menyatakan Polda Metro Jaya telah menjalani prosedur yang sah dalam menetapkan Buni sebagai tersangka.