Kisah Sopir yang Ditunjuk Jadi Direktur di Sidang Ratu Atut

CNN Indonesia
Rabu, 05 Apr 2017 19:31 WIB
Yusuf yang sejatinya seorang supir ditunjuk menjadi Direkrut Arca Mandiri untuk menandatangani cek terkait tender proyek pengadaan alat kesehatan.
Dadang Priyatna (kiri) dalam sidang kasus korupsi pengadaan alkes Kota Tangsel. Dadang diketahui adalah bos dari Direktur Arca Mandiri Yusuf Supriadi. (Antara Foto/Asep Fathulrahman)
Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Arca Mandiri Yusuf Supriadi ternyata adalah sopir Dadang Priyatna, tangan kanan Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan yang merupakan Direktur PT Bali Pasifik Pragama.

Hal itu terungkap dalam sidang kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan Provinsi Banten dengan terdakwa Ratu Atut Chosiyah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (5/4).

"Saya driver Pak Dadang selama 2008 sampai 2013. Ditunjuk sebagai direktur sejak 2010," ujar Yusuf saat memberikan keterangan sebagai saksi bagi Atut.
Ia bercerita, selama menjabat sebagai direktur beberapa kali diminta membubuhkan tanda tangan pada cek usai memenangkan tender proyek pengadaan alkes. Yusuf mengaku tak tahu berapa kali menandatangani cek tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya hanya diminta tanda tangan cek untuk Pak Dadang. Kurang ingat berapa kali, tapi lebih dari satu kali atas perintah Pak Dadang," katanya.

Yusuf mengaku hanya menerima uang rokok dari Dadang selama menjabat sebagai direktur. Ia tak pernah diberitahu soal kompensasi atau fee atas namanya yang dipinjam sebagai Direktur PT Arca Mandiri.
Majelis hakim lantas menyinggung Yusuf yang tak mendapatkan fee padahal salah satu proyek yang dimenangkan perusahaan tersebut mencapai Rp5 miliar.

"Itu Pak Dadang yang ngurus. Saya tidak pernah diberitahu. Hanya dipinjam namanya untuk jadi direktur," tuturnya.

Dadang ternyata juga pernah melakukan kontrak fiktif dengan Direktur PT Marbako Ismail Ishak.

Saat bersaksi di muka persidangan, Ismail mengatakan Dadang pernah 'meminjam' perusahaannya untuk menjalankan proses tender proyek pengadaan alkes. Namun saat berhasil memenangkan tender tersebut, Ismail mengaku tak mendapatkan pembayaran sepeser pun.

"Peminjaman perusahaan itu ada imbalan 0,75 sampai 1 persen dari proyek dengan ketentuan dibayar satu tahun kemudian. Waktu itu proyek 2012, baru dibayar 2013. Tapi saya belum dibayar," kata Ismail.
Atut sebelumnya didakwa melakukan korupsi pelelangan alat kesehatan di rumah sakit rujukan dan penyusunan anggaran tahun 2012. Atut juga didakwa memeras dengan cara memaksa seseorang memberi sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan pada sejumlah pejabat Dinkes Banten.

Sejumlah nama mulai dari adik kandung Atut, Tubagus Chaeri Wardhana alias Wawan hingga Rano Karno juga disebut menerima hasil korupsi.

Wawan telah menjadi terpidana dalam kasus tersebut. Sejumlah pejabat Dinkes Banten yang menerima hasil korupsi juga muncul dalam dakwaan.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER