Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi menahan Marisi Matondang, tersangka kasus korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) Rumah Sakit Khusus Pendidikan Universitas Udayana, Bali tahun 2009. Ia ditahan di rumah tahanan Guntur, Markas Polisi Militer Kodam Jaya, Jakarta Selatan, selama 20 hari ke depan sejak hari ini, Kamis (2/3).
Marisi merupakan Direktur PT Mahkota Negara, anak perusahaan PT Anugerah Nusantara atau Grup Permai milik mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Nazaruddin.
Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah mengatakan, kasus korupsi pengadaan alkes di RS Udayana termasuk salah satu kasus lama yang ditangani lembaga anti rasuah. Marisi sendiri telah ditetapkan sebagai tersangka sejak Desember 2015.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami akan menyisir satu per satu kasus yang belum tuntas, termasuk korupsi pengadaan alkes di Universitas Udayana. Untuk mempercepat penanganan kasus, hari ini kami lakukan penahanan terhadap MSM (Masiri)," ujar Febri di Gedung KPK, Jakarta.
Lamanya penanganan kasus ini diakui Febri lantaran minim sumber daya manusia yang dimiliki KPK. Oleh karena itu, pihaknya berusaha mempercepat proses penanganan kasus tersebut agar tidak berlarut-larut.
Selain Marisi, lanjut Febri, KPK juga telah menetapkan Direktur Utama PT Duta Graha Indonesia (DGI) Dudung Purwadi serta Kepala Biro Umum dan Keuangan Universitas Udayana Made Meregawa sebagai tersangka.
KPK sedianya juga menjadwalkan pemeriksaan pada Dudung hari ini. Sementara Made telah divonis empat tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta pada 2016.
"Untuk tersangka DPW (Dudung) akan kami jadwalkan ulang untuk pemeriksaan. Jika ada penahanan akan kami sampaikan lebih lanjut," kata Febri.
Adapun kasus ini merupakan pengembangan dari perkara yang melibatkan Nazaruddin selaku pemilik Grup Permai. Febri menjelaskan, terdapat sejumlah kasus yang berkaitan dengan grup perusahaan tersebut. Salah satunya adalah kasus dugaan korupsi proyek pengadaan alat bantu belajar mengajar Kementerian Kesehatan senilai Rp449 miliar pada 2011.
 Tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam pembelian saham perdana PT Garuda Muhammad Nazaruddin saat menunggu Majelis Hakim dalam sidang vonisnya di Pengadilan Tipikor, Jakarta. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Nama Nazaruddin dan Marisi disebut berperan penting untuk memuluskan sebuah perusahaan untuk memenangkan proyek tersebut.
Marisi sendiri sempat beberapa kali diperiksa sebagai saksi dalam kasus Nazaruddin, di antaranya terkait kasus suap Wisma Atlet dan kasus pencucian uang dalam pembelian saham PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.
Febri menyatakan, pihaknya membuka kemungkinan adanya tersangka lain dalam kasus korupsi pengadaan alkes. Namun hingga saat ini, kata Febri, penyidik KPK masih fokus mendalami keterlibatan Masiri dan Dudung.
"Kami akan pelajari dulu segala informasi maupun bukti tentang keterlibatan pihak lain. Tapi sekarang kami masih fokus pada tersangka MSM dan DPW," ucapnya.
Marisi disangka memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara dengan menggelembungkan anggaran proyek. Perusahaan yang dipimpinnya merupakan penggarap proyek pengadaan alkes tersebut. Atas perbuatannya, kerugian negara ditaksir mencapai Rp7 miliar.
(pmg/rdk)