Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo menilai pengawasan yang lemah merupakan salah satu penyebab kasus tindak pidana korupsi kerap terjadi di lingkungan Pemerintah Provinsi Banten.
Agus mengatakan hal itu pada seremoni pembukaan acara bertajuk peningkatan kapasitas aparatur penegak hukum dalam penanganan tindak pidana korupsi di lingkup Provinsi Banten, Senin (27/2).
"Penyebabnya pasti pengawasan, untuk itulah kami mengusulkan, dalam reformasi birokrasi, pengawas internal tidak lagi berada di bawah pimpinan secara langsung," ujar Agus.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Agus menuturkan, selama ini secara struktural, pengawas internal berada di bawah pimpinan. Implikasinya, sistem pengawasan tidak berjalan maksimal.
Sejak KPK dibentuk, kata Agus, komisi antikorupsi tidak pernah menerima laporan tentang dugaan tipikor dari pengawas internal. "Fakta inilah yang perlu diperhatikan," tuturnya.
Lebih dari itu, Agus menyebut KPK sudah mendorong sejumlah daerah, termasuk Banten, untuk menerapkan sistem
e-budgeting untuk mencegah korupsi. Selain Banten, KPK juga mengusulkan hal serupa kepada sejumlah daerah rawan korupsi seperti Aceh, Sumatera Utara, Riau, Papua dan Papua Barat.
"Kami mendampingi provinsi-provinsi tersebut agar mengikuti peraturan peraturan perundang-undangan yang ada," kata Agus.
Sejumlah kasus korupsi terjadi di Banten. Yang ramai dibicarakan adalah kasus suap penanganan sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi tahun 2013.
Kasus tersebut menjerat mantan Gubernut Banten Ratu Atut Chosiyah. Tak hanya soal perkara sengketa pilkada, Atut juga diduga bertanggung jawab pada dugaan korupsi dan suap pengadaan alat kesehatan di provinsi Banten.
(abm/rdk)