Bubur Merah Putih, Simbol Kehidupan Kembali Petani Kendeng

CNN Indonesia
Jumat, 14 Apr 2017 05:59 WIB
Petani Kendeng merayakan hasil KLHS dengan menghidangkan bubur merah putih yang dianggap memiliki simbol kehidupan.
Petani Kendeng merayakan hasil KLHS dengan menghidangkan bubur merah putih yang dianggap memiliki simbol kehidupan. (CNN Indonesia/Tiara Sutari)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sembilan piring beralaskan daun pisang diletakan dalam sebuah nampan besar. Tiap piring berisi bubur berwarna merah dan putih. Para petani Kendeng merayakan syukur atas keluarnya hasil Kajian Lingkungan Hidup Startegis (KLHS) tahap I, semalam.

Mereka menyambut baik KLHS yang menyebutkan kawasan cekungan air tanah (CAT) di Watuputih tidak boleh ditambang sampai hasil KLHS tahap II dikeluarkan.

"Ini namanya bubur merah-putih, simbol kehidupan, kami membuat dan memakan ini bersama-sama sebagai ucap syukur kepada pencipta dan juga terimakasih kepada pemerintah," kata Gunretno dari Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK), di gedung Lembaga Bantuan Hukum, Jakarta, Kamis (15/4).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Cara menikmati bubur cukup unik. Sembilan perempuan Kendeng membawa sembilan piring dan menyuapi para tamu yang hadir. Sebuah sendok terbuat dari daun pisang digunakan untuk menyuapi bubur.

"Matur nuwun yu, " kata Sukinah, saat menyuapi salah satu warga di depan Gedung LBH Jakarta.

Bubur Merah Putih, Simbol Kehidupan Kembali Petani KendengFoto: CNN Indonesia/Andry Novelino

Meski tampak sederhana, bubur merah putih itu memiliki makna yang mendalam. Gun menyebut, mereka mengartikan merah putih merupakan simbol tulang dan darah, simbol awal mula kehidupan. Beras yang digunakan sebagai dasar pembuatan bubur pun dibawa langsung dari Rembang, Jawa Tengah.

"Ini simbol kehidupan, kami petani hidup kembali," kata Gun.

Para petani di Pegunungan Kendeng, katanya, merasa hak-haknya diakui setelah pemerintah melalui KLHS melarang aktivitas tambang di kawasan Gunung Watuputih.

Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki mengatakan Tim Pelaksana KLHS merekomendasikan penambangan di CAT Watuputih belum dapat dilakukan, hingga ada keputusan status CAT itu dapat ditambang atau tidak.

Teten memaparkan KLHS dibagi menjadi dua yakni KLHS Tahap I mencakup zona Rembang (CAT Watuputih) dan Tahap II mencakup keseluruhan pegunungan Kendeng yang melintasi tujuh kabupaten di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

“Hasil KLHS tahap I dijadikan rujukan oleh Kementerian ESDM untuk melakukan penelitian lebih lanjut dalam melakukan pendalaman terhadap fungsi lindung CAT Watuputih, melalui pengumpulan data primer,” kata Teten.
Gun menyatakan KLHS tahap pertama menunjukkan CAT Watuputih memang tak bisa ditambang. Oleh karena itu, dia menyebut kegiatan syukuran tersebut tidak bisa dikatakan sebagai sesuatu yang terburu-buru dilakukan.

"Karena sudah jelas, kami tidak terburu-buru mengucapkan syukur, ini bukan perayaan, ini ucap syukur kami bahwa Gusti Allah bersama kami," kata Gun.

Dia juga menyebut, selama proses kajian tahap II nanti belum dikeluarkan, para petani Kendeng akan terus mengawal dan memastikan hasil KLHS tahap II sesuai dengan fakta yang ada.

"Kami tetap akan kawal, supaya nanti hasilnya juga tidak diplintir, pak Gubernur tidak seperti sebelumnya tiba-tiba mengeluarkan izin lagi," kata dia.

Para petani Kendeng, selain membagikan bubur merah-putih, mereka juga mengajak media untuk bernyanyi kidung dandang gula bersama diiringi dengan musik khas yang berasal dari pukulan alu dan lesung.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER