Makna 21 April Bagi Kartini Kendeng Penolak Pabrik Semen

CNN Indonesia
Jumat, 21 Apr 2017 20:42 WIB
Kartini bagi para perempuan Kendeng adalah contoh bagaimana perjuangan menolak pabrik semen harus terus dilakukan meski rintangan menghadang.
Hari Kartini jadi semangat tersendiri bagi para petani Kendeng untuk terus menolak keberadaan pabrik semen. (CNN Indonesia/Tiara Sutari)
Jakarta, CNN Indonesia -- Peringatan hari Kartini yang jatuh pada 21 April memiliki makna tersendiri bagi petani di sekitar Pegunungan Kendeng, Rembang, Jawa Tengah. Semangat juang Kartini dianggap menjadi contoh bagi petani perempuan Kendeng yang memperjuangkan agar wilayahnya tak dibangun pabrik semen.

Sukinah, salah satu petani Kendeng mengatakan, Kartini dulu berjuang agar perempuan tidak terbelakang dan dapat sejajar dengan laki-laki. Kini giliran dirinya dan petani perempuan lain agar pabrik semen tak beroperasi di sekitar Pegunungan Kendeng.

"Kami ingin Kendeng jangan sampai jadi pabrik semen. Kami harap Kendeng jadi sumber pangan," ujar Sukinah di kantor Komisi Nasional Perempuan, Jakarta, Jumat (21/4).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Sukinah, pabrik semen sudah cukup banyak di daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah. Ia menolak jika jumlah pabrik itu mesti ditambah hingga merugikan warga yang tinggal di daerah sekitar.
Sukinah mengaku khawatir pembangunan pabrik semen justru menambah pengangguran warga di sekitar Pegunungan Kendeng. Selama ini, kata dia, warga telah merasa cukup dengan mata pencaharian sebagai petani.

"Makanya kami berharap sekali pada pemerintah karena pabrik semen ini bukan menambah kesejahteraan tapi justru kemiskinan," katanya.

Pembangunan pabrik semen, lanjut Sukinah, juga dianggap menimbulkan permasalahan lain yang merugikan kaum perempuan.

Sejak aktivitas penambangan dilakukan, mulai muncul kafe dan warung-warung kopi di sekitar wilayahnya. Parahnya, kata Sukinah, kafe dan warung kopi itu memanfaatkan para remaja perempuan untuk menarik perhatian pekerja tambang.
"Takutnya yang masih belia ini ditawari uang terus malah dijual. Ada praktik-praktik seperti itu," ujarnya.

Petani Kendeng lainnya, Giyem, menyatakan, perjuangan warga tak akan berhenti meski selama ini banyak halangan yang harus dihadapi. Ia berharap pemerintah lebih peduli dan mendengarkan aspirasi warga Kendeng.

"Warga Kendeng tetap semangat seperti cita-citanya ibu Kartini. Ibu-ibu di Kendeng juga tidak patah semangat," kata Giyem.

Kekerasan Perempuan

Wakil Ketua Komnas Perempuan Yuniyanti Chuzaifah mengatakan, peringatan hari Kartini menjadi momentum untuk mengingat perjuangan petani perempuan Kendeng melawan eksploitasi sumber daya alam.

Pasalnya, dari hasil temuan Komnas Perempuan terdapat sejumlah tindak kekerasan yang dialami perempuan dalam pembangunan pabrik semen di Pegunungan Kendeng.

"Sejak tahun 2014 itu warga perempuan Kendeng sudah mengalami banyak tindak kekerasan," ucap Yuniyanti.

Tindakan itu di antaranya adalah kekerasan yang dialami perempuan saat demo menentang pendirian pabrik semen hingga pengambilan lahan warga untuk pembangunan pabrik. Padahal lahan itu menjadi sumber utama pekerjaan mereka.

Oleh karena itu, rekomendasi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang melarang perusahaan semen melakukan penambangan di Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih, Rembang, dinilai menjadi angin segar bagi warga.

Meski demikian, Yuniyanti mengatakan, penelitian dari KLHS harus tetap transparan, independen, dan juga melibatkan perempuan.

"KLHS ini pegangan utama. Kami dorong presiden untuk terus mengawal agar mampu memahami bahwa gerakan petani perempuan Kendeng adalah upaya menyelamatkan lingkungan," tuturnya.

Permasalahan ini muncul saat petani Kendeng menolak pembangunan pabrik Semen milik PT Semen Indonesia (Persero) Tbk.

Mereka menilai, pabrik tersebut dapat merusak lingkungan dan menghilangkan mata pencaharian sebagai petani. Para petani Kendeng telah beberapa kali protes pada Presiden Joko Widodo dengan melakukan aksi pasung kaki di depan istana.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER