Jakarta, CNN Indonesia -- Dua pegawai PT Melati Technofo Indonesia, perusahaan penyuap pejabat Badan Keamanan Laut (Bakamla) Hardy Stefanus dan Muhammad Adami Okta akan mendengarkan tuntutan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sidang bakal digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (5/5).
Hardy dan Adami didakwa bersama bos PT Melati Technofo Indonesia Fahmi Darmawansyah. Fahmi Darmawansyah telah menyuap empat pejabat Bakamla sebesar Sin$209.500, US$78.500 dan Rp120 juta.
Suap diberikan masing-masing kepada Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerja sama Bakamla Eko Susilo Hadi sebesar Sin$105 ribu, U$S88.500 dan €10 ribu euro, Direktur Data dan Informasi Bambang Udoyo sebesar Sin$105 ribu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Nofel Hasan sebesar Sin$104.500, dan Kepala Subbagian Tata Usaha Sekretaris Utama Tri Nanda Wicaksono sebesar Rp120 juta.
Pemberian suap tersebut dilakukan agar perusahaan milik Fahmi Darmawansyah, yakni PT Melati Technofo Indonesia, dimenangkan dalam kegiatan pengadaan pemantau satelit di Bakamla.
Pada sidang sebelumnya, Hardy dan Adami mengakui telah memberikan sejumlah uang kepada pejabat di Bakamla. Adami mengaku telah memberikan uang kepada Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla, Nofel Hasan sebesar Sin$104.500.
Selain kepada Nofel, Adami mengaku juga menyerahkan uang ke Kepala Sub Bagian Tata Usaha Sestama Bakamla Tri Nanda Wicaksono sebesar Rp120 juta dan Direktur Data dan Informasi Bakamla Laksamana Pertama Bambang Udoyo sebesar Rp1 miliar.
Keduanya pun dianggap melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.