Luhut Didesak Buka Informasi Soal Kebijakan Anyar Reklamasi

CNN Indonesia
Minggu, 07 Mei 2017 20:21 WIB
Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan disebut telah mengeluarkan kebijakan 'penyesuaian' soal reklamasi di Teluk Jakarta tanpa melibatkan publik.
Di utara dari Kamal Muara, tampak alat-alat berat berlalu lalang.Akibat dari reklamasi ini telah menggeser jalur para nelayan. (CNN Indonesia/ Hesti Rika)
Jakarta, CNN Indonesia -- Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta mempertanyakan keterbukaan informasi dari Menteri Koordinator bidang Maritim Luhut Binsar Pandjaitan yang telah mengeluarkan kebijakan untuk melanjutkan reklamasi di Teluk Jakarta. Koalisi berkeberatan terhadap semua proses 'penyesuaian' perizinan reklamasi tersebut.

Kepala Pengembangan Hukum dan Pembelaan Nelayan KNTI, Marthin Hadiwinata mengatakan, perizinan tersebut dibuat tanpa melalui proses dan pengkajian substansial yang benar. Kebijakan tersebut dinilai telah melanggar aturan hukum yang berlaku.

"Koalisi menyatakan keberatan dan mempertanyakan keterbukaan informasi dari Kemenko Maritim karena melanjutkan reklamasi," ujar Marthin melalui pernyataan sikap yang disampaikan di Jakarta, Minggu (7/5).
Marthin menuturkan, Pemprov DKI dan pemerintah pusat telah menerbitkan sejumlah keputusan tanpa melibatkan seluruh pemangku hak asasi yang akan terdampak oleh proyek reklamasi. Tindakan yang dilakukan kedua unsur tersebut, yakni memperpanjang sanksi moratorium secara diam-diam, mengubah dokumen dan perizinan lingkungan, hingga menerbitkan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) secara sepihak.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam konteks memperpanjang sanksi, pemerintah dinilai telah melanggar ketentuan UU Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan. Dalam UU disebutkan bahwa pengembang yang melanggar harus dicabut izinnya jika tidak dapat menyelesaikan sanksi administratifnya selama 120 hari sejak diterbitkan Menteri LHK Siti Nurbaya pada April 2016.

"Namun ternyata telah diperpanjang dua kali secara diam-diam tanpa pernah diketahui masyarakat," ujar Marthin.
Marthin juga menyebut pemenuhan kewajiban dalam sanksi tidak pernah dibuat terbuka bagi publik. Masyarakat ataupun LSM tidak pernah dilibatkan dalam proses penegakan hukum tersebut.

Bahkan, kata Marthin, pemerintah pernah melakukan konsultasi publik secara diam-diam pada malam hari dengan hanya diikuti oleh pihak tertentu pada 30 Januari 2017.

"Masyarakat mengetahui bocoran sosialisasi dari pihak warga yang masih berkomitmen menolak reklamasi," ujar Marthin.
Reklamasi 17 pulau di Teluk Jakarta dianggap oleh Masrthin sebagai gambaran praktik buruk Pemrov DKI dalam perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang di Jakarta.

Hal itu sejalan dengan temuan Komite Bersama Reklamasi Pantura Jakarta yang menyatakan reklamasi teluk Jakarta melanggar hukum berat. Temuan itu juga telah disampaikan ke Kementerian terkait namun belum ditanggapi.

"Hingga saat ini di atas lahan pulau D telah berdiri Ruko dan rumah tanpa IMB. Bahkan tanpa Perda Zonasi Kawasan Pantura Jakarta," ujar Marthin.

Atas temuan koalisi tersebut, Marthin mendesak Kementerian Maritim dan seluruh pihak terkait bisa terbuka dan menyampaikan perkembangan terkait dengan reklamasi di Teluk Jakarta.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER