Jakarta, CNN Indonesia -- Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menolak pernyataan jaksa penuntut umum yang menyebut unggahan video oleh Buni Yani telah menimbulkan keresahan.
Video tersebut memuat rekaman Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok saat melakukan kunjungan kerja ke Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu dan menyitir surat Al-Maidah ayat 51.
"Pengadilan menyatakan tidak setuju karena pernyataan itu telah keluar konteks. Sebab tidak ada satu pun saksi yang menyebutkan Buni Yani," ujar hakim anggota saat membacakan putusan di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (9/5).
Majelis hakim berpendapat, keresahan yang timbul di masyarakat terjadi karena ucapan Ahok sendiri. Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan perbuatan Ahok yang menyitir surat Al-Maidah ayat 51 telah mencederai perasaan dan memecah kerukunan umat Islam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut majelis hakim, Ahok telah memenuhi unsur sengaja dalam Pasal 156a huruf a KUHP tentang penodaan agama. Sehingga majelis hakim menolak pernyataan penuntut umum yang menyatakan bahwa Ahok tidak memiliki niat saat mengucapkan Surat Al-Maidah ayat 51.
"Pengadilan berpendapat terdakwa memenuhi unsur niat dan sengaja," kata hakim anggota.
Majelis hakim juga menekankan, tak ada intervensi terkait pilkada DKI dalam kasus yang menjerat Ahok. Menurutnya, dari sekian banyak saksi pelapor sebagian besar berasal dari bidang keagamaan.
Selain itu, tak ada yang berafiliasi dengan partai politik mana pun. "Bahkan ada dari saksi yang tinggal di luar Jakarta dan tidak ada kaitannya dengan pilkada DKI," ucapnya.
Jaksa penuntut umum dalam sidang pembacaan tuntutan menyebutkan Buni Yani sebagai pengunggah video pidato Ahok berperan dalam menimbulkan keresahan.
Ketua majelis hakim Dwiarso Budi Santiarto sebelumnya mengatakan, Ahok terbukti secara sah dan meyakinkan penodaan agama. "Pidana penjara selama dua tahun, menetapkan agar terdakwa ditahan," ujar Dwiarso saat membacakan putusan sidang.
Ahok didakwa dengan Pasal 156a tentang penodaan agama dengan pasal 156 KUHP sebagai alternatif. Dalam tuntutannya, jaksa menghilangkan pasal penodaan agama untuk Ahok.
Ancaman hukuman lima tahun penjara juga dihilangkan dan Ahok hanya dituntut satu tahun dengan masa percobaan dua tahun.