Jakarta, CNN Indonesia -- Komunitas masyarakat Indonesia di Canberra, Australia, mendukung upaya penghapusan pasal penistaan agama dan pasal penodaan agama. Kedua pasal itu masing-masing tercantum dalam Pasal 156a KUHP dan Penetapan Presiden Nomor 1 tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama.
Hal itu disampaikan bersama dengan empat pernyataan sikap lainnya menyusul vonis bersalah dan penjara dua tahun yang diberikan kepada Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama, 9 Mei lalu.
“Situasi politik Indonesia semakin meresahkan dan semakin jauh dari cita-cita dan dasar konstitusi bangsa. Politisasi agama dan intoleransi semakin merajalela dan terus memicu konfik horisontal dalam masyarakat,” kata Amrih Widodo, budayawan Indonesia di Canberra, dalam keterangan tertulis, Minggu (14/5).
Komunitas masyarakat tersebut tidak hanya menerbitkan pernyataan sikap, melainkan juga menggelar Aksi Solidaritas untuk Keadilan Indonesia. Ratusan masyarakat berkumpul di Lake Burley Griffin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain budayawan, peserta aksi terdiri dari berbagai latar belakang seperti akademisi, mahasiswa, profesional, hingga ibu rumah tangga.
Leila Setiono, salah satu penggagas aksi, menyatakan Aksi Solidaritas dilakukan karena kekhawatiran bahwa ada persoalan yang lebih besar terkait kekerasan dan pemaksaan kehendak dari suatu kelompok.
“Kami bukan anggota partai, kami merupakan masyarakat Indonesia yang perduli akan keberlangsungan Indonesia yang beraneka ragam, penuh toleransi,” ujar Leliana.
Empat pernyataan sikap lainnya yang disampaikan Komunitas Masyarakat Indonesia di Canberra yaitu mengecam politisasi agama di berbagai daerah; menolak politisasi dan penggunaan isu agama dalam kampanye Pilkada serentak 2018 dan Pemilu 2019.
Selain itu, menuntut pemerintah Indonesia memproses hukum tindak kekerasan verbal dan nonverbal yang diarahkan kepada satu golongan masyarakat tertentu; dan mempertahankan Pancasila serta UUD 1945 sebagai dasar konstitusi negara yang melindungi hak asasi manusia, menghormati kebebasan beragama dan toleransi antargolongan.
“Masyarakat Indonesia di Canberra mendukung pemerintahan Jokowi untuk memberantas gerakan dan organisasi ekstrimis dan intoleran yang tidak sesuai dengan Pancasila dan UUD 45,” ujar Adhitya Gautama, salah satu peserta aksi.