Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merasa kecewa dengan pembebasan bersyarat yang diterima oleh mantan jaksa Kejaksaan Agung Urip Tri Gunawan.
Lembaga antirasuah itu meminta Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly menjelaskan pembebasan bersyarat kepada terpidana yang divonis 20 tahun itu.
"Kemenkumham perlu
clear-kan dan Ditjen Pas juga perlu menjelaskan kepada publik. Jadi ini bukan kepentingan KPK yang menangani kasus ini, tetapi kepentingan publik yang jauh lebih besar," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Senin (15/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengenai pemberian pembebasan bersyarat diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99/2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Pada Pasal 43 ayat (4) aturan tersebut berbunyi, pemberian pembebasan bersyarat ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Febri mengungkapkan, pihak kementerian terkait wajib menjelaskan lebih jauh mengenai hukuman yang baru dijalankan Urip sekira 9 tahun, dari total hukuman selama 20 tahun, tetapi sudah mendapatkan pembebasan bersyarat.
"Tafsir ini perlu jauh lebih
clear. Karena kita bicara tentang terpidana kasus korupsi," tuturnya.
Menurut Febri, bila pihak Kementerian Hukum dan HAM, dalam hal ini Yasonna selaku pihak yang mengeluarkan surat keputusan tersebut, tak bisa menjelaskan dengan transparan tak dipunkiri akan muncul kecurigaan di tengah masyarakat.
"Jangan sampai kemudian pemerintah dinilai tidak konsisten. Di satu sisi bicara komitmen pemberantasan korupsi tapi di sisi lain ada kelonggaran yang ditemukan oleh publik," ujarnya.
Tak BerkonsultasiFebri menambahkan, bahwa dalam pemberian pembebasan bersyarat kepada, terpidana suap itu, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly tak berkonsultasi dengan KPK. Mengingat kasus yang menjerat Urip ditangani oleh KPK pada 2008 silam.
Febri mengaku ada surat yang telah dikirim dari Kemenkumham kepada KPK terkait Urip. Namun, isi surat tersebut bukan membicarakan masalah rencana pemberian pembebasan bersyarat. Menurut Febri, surat itu hanya sebatas menanyakan tentang hukuman denda yang dijatuhkan ke Urip.
"Ada surat yang dikirimkan ke KPK awal bulan Mei ini. Itu permintaan tentang penjelasan pembayaran denda dan perhitungan dari denda itu sendiri. Jadi bukan tentang pemberian pembebasan bersyarat," tandas Febri.
Diketahui, mantan jaksa Kejaksaan Agung Urip Tri Gunawan divonis 20 tahun penjara dan denda Rp500 juta oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada 4 September 2008.
Urip terbukti menerima suap dari Artalyta sebesar US$660.000 untuk melindungi pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim dari penyelidikan kasus BLBI yang ditangani Kejaksaan Agung.