Jaksa Urip di Antara Edaran Menteri yang 'Ramah Koruptor'

CNN Indonesia
Rabu, 17 Mei 2017 11:25 WIB
Mantan jaksa penerima suap ratusan ribu dolar Amerika Serikat bebas setelah menjalani sembilan tahun penjara dari total vonis 20 tahun yang dijatuhkan untuknya.
Urip Tri Gunawan bebas bersyarat bebas setelah menjalani sembilan tahun penjara dari total vonis 20 tahun yang dijatuhkan untuknya. (AFP PHOTO / ADEK BERRY)
Jakarta, CNN Indonesia -- Keputusan Kementerian Hukum dan HAM membebaskan mantan jaksa Urip Tri Gunawan secara bersyarat menuai protes. Pembebasan itu dinilai tak sesuai dengan jargon pemerintah memberantas korupsi.

Anggota Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Laola Ester Kaban menyebut, pembebasan bersyarat untuk Urip berpangkal pada Surat Edaran Menkumham bernomor M.HH-04.PK.01.05.06 Tahun 2013.

Edaran itu mengatur petunjuk pelaksanaan Peraturan Pemerintah 99/2012 yang menyebut sejumlah syarat ketat pemberian remisi dan pembebasan pelaku pidana khusus seperti koruptor.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Laola menuturkan, edaran itu membatasi penggunaan PP 99/2012. Syarat pembebasan bersyarat pada aturan itu hanya dapat diterapkan untuk putusan pidana yang inkracht setelah 12 November 2012.

Artinya, kata Laola, Kemenkumham menggunakan PP yang lebih ramah untuk terpidana korupsi, yakni PP 28/2006, untuk membebaskan Urip.

Laola mengatakan, untuk mencegah pembebasan serupa untuk koruptor lainnya, pemerintah harus mencabut surat edaran yang merujuk penggunaan PP28/2006. "Agar ada keadilan, PP 99/2012 harus diberlakukan menyeluruh," tuturnya.
Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia Boyamin Saiman menuturkan, Menkumham Yasonna Laoly sepatutnya meminta rekomendasi KPK sebelum membebaskan koruptor secara bersyarat.

"Apalagi kasus Urip yang menangani adalah KPK. Untuk pembebas bersyarat, remisi dan asimilasi, harus ada rekomendasi dari lembaga penegak hukum yang menangani," tuturnya.

Mengurai Pembebasan Bersyarat Jaksa Urip Yang Tak BerkeadilanKasus Urip Tri Gunawan menggemparkan Indonesia pada 2008. Tak hanya penjara, dia juga diwajibkan membayar denda pada negara. (AFP PHOTO / ADEK BERRY)
Namun kemarin Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan, institusinya tidak pernah menerima permintaan rekomendasi pembebasan bersyarat Urip dari Kemenkumham.

Yang diterima KPK hanya surat berisi pertanyaan tentang pelunasan hukuman denda Urip sebesar Rp500. KPK pun belum menjawab surat Kemenkumham itu.

"Kalau ada yang mengatakan pembebasan bersyarat Urip sudah dikonsultasikan dengan KPK, sudah seizin KPK, saya kira itu tidak tepat," tutur Febri.
Ketika dikonfirmasi, Kepala Subbagian Publikasi Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Syarpani, mengklaim pembebasan bersyarat Urip tak melanggar aturan apapun.

Kemenkumham menggunakan PP 32/1999 yang direvisi PP 28/2006 untuk membebaskan Urip. Merujuk dasar hukum itu, Urip digolongkan sebagai narapidana kasus pidana umum, bukan sebagai koruptor.

"Pengusulan bebas bersyaratnya seperti narapidana umum walaupun dia terpidana kasus korupsi. Bisa dipastikan pemberian pembebasan bersyarat Urip sesuai prosedur," kata Syarpani kepada CNNIndonesia.com.

Syarpani mengatakan, Urip secara reguler menerima remisi. Satu tahun setelah inkracht, Urip langsung menerima remisi. Pemberian remisi terakhir untuk Urip, tercatat pada Desember 2016. Total pemotongan masa pidana yang diterima Urip mencapai 51 bulan 60 hari.
Urip merupakan jaksa yang menerima suap dari kerabat Sjamsul Nursalim, Artalyta Suryani, sebesar US$660 ribu. Sjamsul adalah pemegang saham Bank Dagang Negara Indonesia, lembaga perbankan yang menerima Bantuan Likuiditas Bank Indonesia.

Urip menghirup udara bebas dari LP Sukamiskin, Bandung, Jumat pekan lalu. Ia kini wajib melapor setiap bulan ke Balai Pemasyarakatan Klas I Surakarta 16 Desember 2023.

Dari total 20 tahun penjara yang harus dijalaninya, Urip baru menyelesaikan sembilan tahun di antaranya. "Pemerintah tidak konsisten memberantas korupsi. Ini tidak masuk nalar," kata Boyamin.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER