Jakarta, CNN Indonesia -- Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan sengketa pemilihan kepala daerah Kabupaten Intan Jaya, Papua. Dalam pertimbangan hakim, permohonan yang diajukan pasangan calon Bartolomius Mirip-Deny Miagoni kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Intan Jaya dianggap kehilangan objek.
"Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," ujar Ketua Majelis Hakim Arief Hidayat saat membacakan amar putusan di Gedung MK, Jakarta, Selasa (23/5).
Arief menyatakan, permohonan pemohon kehilangan objek lantaran MK telah mengeluarkan amar putusan yang isinya meminta KPU Kabupaten Intan Jaya untuk melakukan rekapitulasi lanjutan pada April lalu. Amar putusan ini terkait gugatan hasil pilkada Kabupaten Intan Jaya yang sebelumnya juga diajukan oleh pemohon.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menimbang bahwa oleh karena permohonan telah kehilangan objek, maka tenggang waktu pengajuan pemohon, kedudukan hukum pemohon, pokok permohonan, dan eksepsi pihak terkait tidak dipertimbangkan," kata Arief.
Dalam pokok permohonannya, pasangan Bartolomius-Deny menduga terjadi rekayasa oleh KPU Kabupaten Intan Jaya atas hasil penghitungan suara yang diikuti empat pasangan calon bupati dan wakil bupati Intan Jaya.
Surat Keputusan KPU Kabupaten Intan Jaya tentang penetapan hasil penghitungan suara pilkada menunjukkan perubahan hasil penghitungan suara pada salah satu pasangan calon.
Perubahan itu terjadi pada hasil penghitungan pasangan calon Natalis Tabuni-Yann Robert. Sebelum penetapan pembatalan surat keputusan, pasangan tersebut memperoleh suara sebanyak 34.720. Jumlah ini unggul dari pasangan calon Yulius Yapugau-Yunus Kalabeteme dengan suara 33.958.
Namun setelah adanya surat keputusan penetapan hasil rekapitulasi selanjutnya, jumlah suara pasangan Natalis-Yann berkurang menjadi 31.476. Sementara jumlah suara ketiga pasangan lain tetap, masing-masing Bartolomius-Deny 8.636 suara, Yulius-Yunus 33.598 suara, dan Thobias-Hermaus 1.928 suara.
"Pemohon menganggap apa yang dilakukan KPU Kabupaten Intan Jaya selaku termohon merupakan keanehan karena dengan mudahnya menghilangkan, mengubah, menambah, atau mengurangi suara pasangan calon," seperti dalam petikan permohonan.
Padahal sesuai keputusan MK, penundaan penerbitan surat keputusan mengenai penetapan hasil perhitungan pilkada mesti didasari dengan kejadian luar biasa atau
force majeure. Kejadian luar biasa yang dimaksud adalah terjadinya intimidasi, ancaman, kerusuhan antarpasangan calon yang mengganggu jalannya rapat pleno penghitungan hasil suara oleh KPU Kabupaten Intan Jaya.
Dalam gugatan sebelumnya, MK juga menolak permohonan tentang hasil penghitungan suara. Pada April lalu, hakim MK menilai belum ada keputusan KPU Kabupaten Intan Jaya mengenai penetapan rekapitulasi pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Intan Jaya 2017 yang bersifat definitif.
Saat itu, MK menganggap belum ada objek sengketa sebagaimana dimaksud Pasal 157 ayat 4 UU 10/2016 tentang Pilkada. Pasalnya masih ada tujuh TPS di beberapa distrik Intan Jaya yang belum melakukan rekapitulasi di KPU.