Hilangnya Ali Fahmi, Politikus PDIP di Pusaran Suap Bakamla

CNN Indonesia
Rabu, 24 Mei 2017 12:30 WIB
Politikus PDIP Ali Fahmi menghilang. Dia dianggap tahu banyak soal kasus dugaan suap pemantau satelit di Badan Keamanan Laut (Bakamla).
Politikus PDIP Ali Fahmi dianggap tahu banyak soal kasus dugaan suap pemantau satelit di Bakamla. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia -- Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi menjadi orang yang tengah dicari penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ali dianggap tahu banyak soal kasus dugaan suap pemantau satelit di Badan Keamanan Laut (Bakamla).

Ali kerap mangkir saat dipanggil berulang-kali dalam persidangan tiga terdakwa kasus suap Bakamla. Ketiga terdakwa itu adalah Direktur Utama PT Melati Technofo Indonesia, Fahmi Darmawansyah serta dua anak buahnya Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus.

Juru Bicara KPK, Febri Diansyah menyatakan, selain KPK, jajaran penyidik Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI juga tengah 'memburu' Ali, yang diketahui menjabat sebagai direktur utama PT Viva Kreasi Investindo.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pihak POM TNI juga berkoordinasi dengan KPK. Karena tentu ada kebutuhan menghadirkan saksi Ali Fahmi juga dalam penyidikan untuk tersangka BU (Bambang Udoyo)," kata Febri lewat pesan singkat kepada CNNIndonesia.com, Rabu (24/5).

Febri mengatakan, penyidik KPK selain telah mengirim surat panggilan kepada Ali, juga telah menyambangi rumahnya, namun Ali tak ada di tempat.
KPK tak bisa meminta Polri memasukkan nama Ali dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pasalnya, sampai saat ini status Ali masih sebagai saksi, bukan tersangka.

Dalam Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana, seseorang dapat dimasukan ke dalam DPO setelah dia berstatus tersangka dan tak memenuhi panggilan setelah dilayangkan surat tiga kali berturut-turut.

Febri menambahkan, bila Ali mengetahui hal ini lewat pemberitaan, pihaknya berharap, politkus PDIP itu berkoordinasi dengan KPK.

"Jika yang bersangkutan mengetahui hal ini melalui pemberitaan, ada baiknya berkoordinasi dengan KPK karena ada kebutuhan menghadirkan sebagai saksi," tandasnya.


Hilangnya Ali Fahmi, Politikus PDIP di Pusaran Suap BakamlaTerdakwa Fahmi Darmawansyah dan istrinya artis Inneke Koesherawati saat menjalani sidang kasus suap Bakamla. (ANTARA FOTO/Ubaidillah)
Disebut Berperan Sentral

Ali merupakan staf Kepala Badan Keamanan Laut Laksamana Madya Arie Soedewo. Mereka berdua bertemu selepas Arie dilantik oleh Presiden Joko Widodo pada 16 Maret 2016. Arie mengaku yang mengangkat Ali untuk menjadi 'anak buahnya'.

Peran Ali dalam kasus yang sudah menyeret Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerjasama Bakamla Eko Susilo Hadi itu disampaikan tiga terdakwa Fahmi, Adami dan Hardy dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Ali disebut sebagai orang yang menawarkan proyek di Bakamla kepada Fahmi. Proyek yang diserahkan kepada Fahmi untuk dikerjakan adalah proyek pengadaan pemantau satelit.

Proyek itu tentu tak 'gratis'. Ali meminta fee 15 persen dari proyek senilai Rp400 miliar. Namun, belakangan anggaran tersebut dipangkas hingga Rp220 miliar, karena pemerintah melakukan penghematan.

Setelah ada kesepakatan, Ali kemudian menyatakan bahwa PT Melati Technofo Indonesia milik Fahmi untuk menjalankan proyek di Bakamla. Untuk berkoordinasi dengan Ali, Fahmi memerintahkan Adami dan Hardy.

Ali kemudian mendapat imbalan sebesar Rp24 miliar atas kerjanya. Uang tersebut ternyata tak hanya untuk Ali. Menurut Fahmi, Ali membagi-bagikannya kembali ke anggota DPR Fayakhun Andriadi, Eva Sundari, Bertus Merlas dan Doni Imam Priyambodo.
Uang itu juga diserahkan kepada pegawai Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Kementerian Keuangan.

Sementara itu, anak buah Fahmi, Hardy menyebut anggota Komisi I DPR lainnya, TB Hasanuddin juga mengetahui salah satu proyek strategis di Bakamla tersebut.

Dalam kasus suap proyek di Bakamla ini, KPK sedikitnya telah menetapkan lima orang tersangka.

Mereka diantaranya, mantan Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi, Direktur PT Melati Technofo Indonesia Fahmi Darmawansyah, dua anak buah Fahmi, Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus serta Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan.
Fahmi kini menanti vonis hakim. Dua anak buah Fahmi, Adami dan Hardy sendiri sudah divonis 1,5 tahun penjara oleh jaksa KPK. Adapun, Eko Susilo telah duduk di kursi pesakitan dan didakwa menerima suap dari Fahmi. Nofel masih dalam tahap penyidikan.

Sementara itu, satu tersangka lainnya, yakni Direktur Data dan Informasi Bakamla, Laksamana Pertama Bambang Udoyo ditangani Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER