Pembacaan Puisi oleh Panglima TNI Dinilai Tidak Tepat

CNN Indonesia
Rabu, 24 Mei 2017 21:00 WIB
Panglima Jenderal Gatot Nurmantyo membacakan puisi dalam Rapimnas Partai Golkar. Puisi tersebut menyinggung soal bahaya arus imigrasi.
Pembacaan puisi oleh Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dinilai tidak tepat. (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pembacaan puisi oleh Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dalam acara Rapat Pimpinan Nasional Partai Golkar, Senin (22/5) lalu dinilai tidak tepat.  Sesuai dengan tugasnya, panglima seharusnya fokus pada pembinaan tentara yang profesional dan melaksanakan kerja pertahanan.

"Kurang pas dan tidak tepat karena itu bukanlah tugas panglima TNI membaca puisi di depan kogres partai politik. Tugas panglima TNI itu menurut UU TNI melakukan pembinaan tentara yang profesional dan melaksanakan kerja pertahanan," kata pengamat pertahanan Al Araf kepada CNNIndonesia.com, Rabu (24/5).

Dalam Undang-undang TNI No. 34 Tahun 2004 Pasal 15 disebutkan tugas Panglima TNI adalah menyelenggarakan strategi militer dan melaksanakan operasi militer, mengembangkan doktrin TNI, menyelenggarakan penggunaan kekuatan TNI bagi kepentingan operasi militer, serta memberikan pertimbangan kepada Menteri Pertahanan dalam hal penetapan kebijakan pertahanan negara.
Selain itu, kata Al Araf, jika memang puisi "Bukan Kami Punya" yang dibacakan Gatot itu untuk mengkritik pemerintah, itu juga bukan hal yang tepat. Sebagai pejabat tinggi negara, Gatot semestinya bisa menyampaikannya ke forum tertutup  dalam rapat presiden. “Bukan di ruang terbuka dalam sebuah musyawarah partai politik," ujarnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Al Araf menilai, beberapa tindakan Gatot akhir-akhir ini memang dipertanyakan. Misalnya soal gagasan memulihkan kembali hak politik TNI dan pengelolaan anggaran pertahanan secara mandiri.

Sementara itu Gatot menyatakan, puisi yang dibacakannya bercerita tentang seseorang bernama Jaka yang melihat kekayaan alam di sekelilingnya. Namun, Jaka sadar bahwa kekayaan tersebut bukan merupakan miliknya atau saudara sebangsa. 

Gatot mengatakan, puisi karya Denny JA tersebut menggambarkan bahaya derasnya arus imigrasi dewasa ini.

"Saya ingatkan bahwa sekarang ini yang paling berbahaya antara lain adalah migrasi. Itu bukan pengungsian, mereka yang dikatakan ini adalah kompetisi antarnegara, sekarang sudah meningkat menjadi antar manusia. Manusia tidak kenal batas, dia mencari tempat yang lebih menjanjikan," kata Gatot.

Gatot memberi contoh melalui sebuah prediksi bahwa pada 2050 nanti akan ada 480 juta manusia yang bermigrasi. Ia juga berkata, jumlah pengungsi dari kawasan negara-negara di kawasan Gurun Sahara akan mencapai 60 juta orang pada 2020 mendatang.

Terkait isu imigrasi ini, Al Araf juga menilai bukan hal yang tepat. “Soal imigrasi itu domainnya departemen imigrasi, domainnya Kementerian Hukum dan HAM,” katanya. 
Araf pun tidak melihat adanya dinamika imigrasi yang mengancam Indonesia seperti yang dikatakan oleh Gatot. Sebagai negara yang plural, bineka, dan terbuka terhadap globalisasi, seharusnya kehadiran imigran dilihat sebagai bagian dari peran Indonesia dalam dunia regional dan internasional.

"Jadi itu bukan sebuah persoalan dan Indonesia sudah memiliki aturan-aturan keimigrasian," katanya.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER