Jakarta, CNN Indonesia -- Panglima Tentara Nasional Indonesia Jenderal Gatot Nurmantyo menjelaskan alasannya membacakan puisi berjudul 'Tapi Bukan Kami Punya' saat menghadiri acara Rapat Pimpinan Nasional Partai Golkar kemarin pada pekan ini.
Penjelasan disampaikan Gatot usai membacakan kembali puisi tersebut kala mengisi pembekalan kepemimpinan bagi kepala daerah di Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Dalam Negeri, Rabu (24/5).
Puisi dibacakan Gatot bercerita tentang seseorang bernama Jaka yang melihat kekayaan alam di sekelilingnya. Namun, Jaka sadar bahwa kekayaan tersebut bukan merupakan miliknya atau saudara sebangsa.
Menurut Gatot, puisi tersebut menggambarkan bahaya dari derasnya arus imigrasi dewasa ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya ingatkan bahwa sekarang ini yang paling berbahaya antara lain adalah migrasi. Itu bukan pengungsian, mereka yang dikatakan ini adalah kompetisi antar negara, sekarang sudah meningkat menjadi antar manusia. Manusia tidak kenal batas, dia mencari tempat yang lebih menjanjikan," kata Gatot di BPSDM Kemendagri.
Gatot memberi contoh melalui sebuah prediksi bahwa pada 2050 nanti akan ada 480 juta manusia yang bermigrasi. Ia juga berkata, jumlah pengungsi dari kawasan negara-negara di kawasan Gurun Sahara akan mencapai 60 juta orang pada 2020 mendatang.
Untuk mengingatkan potensi banyaknya imigran di masa depan Gatot pun membacakan sebuah puisi 'Tapi Bukan Kami Punya' karya Denny JA itu. Menurutnya, saat ini sudah banyak negara yang melakukan langkah antisipasi menyambut kemungkinan lonjakan imigran tersebut.
"Hasil dari imigrasi kita lihat bahwa dulu di Amerika suku Indian di sana sekarang hampir punah, Aborigin hampir punah, apabila kita tidak waspada bisa seperti Jaka tadi saya puisikan karena ini adalah contoh," tuturnya.
Ia meminta warga sadar terhadap potensi bahaya atas terjadinya imigrasi dalam skala besar. Menurut Gatot, jika kewaspadaan tidak dimiliki maka warga asli Indonesia dapat terpinggirkan seperti yang dialami Suku Aborigin dan Indian di Australia serta Amerika Serikat.
"Puisi itu mewujudkan apabila kita tidak waspada, kita akan sama seperti Jaka. Anakmu juga bisa, anak saya juga bisa, kalau tidak waspada kita bisa dipinggirkan," katanya.
Puisi berjudul 'Tapi Bukan Kami Punya' tersebut berisi seperti ini:
Sungguh Jaka tak mengertiMengapa ia dipanggil ke sini.Dilihatnya Garuda PancasilaTertempel di dinding dengan gagah.Dari mata burung GarudaIa melihat dirinyaDari dada burung GarudaIa melihat desaDari kaki burung GarudaIa melihat kotaDari kepala burung GarudaIa melihat IndonesiaLihatlah hidup di desaSangat subur tanahnyaSangat luas sawahnyaTapi bukan kami punyaLihat padi menguningMenghiasi bumi sekelilingDesa yang kaya rayaTapi bukan kami punyaLihatlah hidup di kotaPasar swalayan tertataRamai pasarnyaTapi bukan kami punyaLihatlah aneka barangDijual belikan orangOh makmurnyaTapi bukan kami punya