Perwira Tinggi TNI AU Tersangka Korupsi Heli Rp220 Miliar

CNN Indonesia
Jumat, 26 Mei 2017 16:19 WIB
Selain perwira tinggi berpangkat marsekal pertama, Puspom TNI juga menetapkan dua tersangka lain. Kerugian negara ditaksir Rp220 miliar.
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo ungkap penetapan tiga pejabat TNI dalam korupsi pengadaan helikopter AW-101. (CNN Indonesia/Priska Sari Pratiwi)
Jakarta, CNN Indonesia -- Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan, lembaganya dan KPK menemukan potensi kerugian negara sebesar Rp220 miliar dalam pengadaan helikopter Augusta Westland (AW)-101. Tiga pejabat TNI pun ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

Gatot mengatakan, penetapan tiga tersangka ini merupakan hasil penyidikan dengan KPK selama tiga bulan terakhir. Nilai pengadaan helikopter itu sendiri mencapai Rp738 miliar.

"Kami sudah dapat info awal bahwa ada penggelembungan harga sekitar Rp220 miliar. Berarti pembelian helikopter ini bukan baru," kata Gatot di Gedung KPK, Jumat (26/5).
Tiga pejabat yang ditetapkan menjadi tersangka yakni Pembuat Pejabat Komitmen (PPK) pengadaan barang dan jasa Marsekal Pertama FA, pemegang kas Letnan Kolonel BW, dan staf pemegang kas yang menyalurkan dana ke pihak-pihak tertentu Pembantu Letnan Dua SS.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Penyidik POM TNI sudah punya alat bukti yang cukup dan sudah tingkatkan status dengan menetapkan tiga tersangka," ujar Gatot.

Sebagai barang bukti, kata Gatot, pihak POM TNI telah menyita satu rekening milik penyedia barang dan jasa senilai Rp136 miliar. Gatot menegaskan, pihaknya hanya berwenang menangani tersangka dari kalangan militer. Sementara dari pihak sipil menjadi kewenangan KPK.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, pihaknya masih mengumpulkan fakta dan data untuk menetapkan tersangka dari sipil atau nonmiliter. KPK beberapa waktu lalu juga telah menggeledah empat lokasi di Jakarta dan Bogor untuk mendalami keterlibatan pihak sipil dalam pengadaan helikopter tesebut.

"Hari ini sudah penyelidikan, mudah-mudahan tidak lama lagi penyidikan. Kami sudah sepakat TNI di peradilan militer, swasta di pengadilan tipikor. Saat ini kami masih kumpulkan fakta dan data," katanya.

Pengadaan helikopter AW-101 sejak lama menuai polemik karena pembeliannya dinilai tak sesuai prosedur. Pengadaan helikopter itu telah tertuang dalam renstra TNI AU tahap II 2015-2019. Sesuai renstra saat itu, TNI AU mengajukan kebutuhan delapan helikopter, dua untuk VVIP presiden dan enam untuk angkut berat.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER