Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir meluruskan persoalan seputar penentuan rektor perguruan tinggi negeri yang kabarnya akan diambil alih oleh presiden.
Nasir memastikan bahwa Joko Widodo selaku Presiden tak akan terlibat langsung atau memberikan rekomendasi dalam pemilihan rektor. Menurutnya, isu pelibatan presiden merupakan kesalahan interpretasi dari Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.
"Tak ada itu (rekomendasi presiden), ini aturan menterinya sudah jelas," ujar Nasir di Kemenko Polhukam di Jakarta, Selasa (6/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nasir pun menegaskan aturan yang membahas soal itu sudah jelas dan tak perlu dipertanyakan lagi.
Pemilihan rektor perguruan tinggi negeri, kata dia, diatur secara jelas dalam Peraturan Menristekdikti Nomor 19 Tahun 2017 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Pemimpin Perguruan Tinggi Negara.
Dalam aturan itu Kemenristekdikti yang dipimpinnya memiliki kewenangan dalam pemilihan rektor. Presiden, kata Nasir, hanya menugaskan kementeriannya agar pemilihan dilakukan sesuai aturan.
"Presiden menugaskan dalam melakukan pemilihan rektor harus diatur dengan baik dan sesuai prosedur dan aturan perundang-undangan," tuturnya.
Pelibatan Presiden dalam pemilihan rektor perguruan tinggi diwacanakan pertama kali oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo pada 1 Juni lalu, bertepatan dengan Hari Lahir Pancasila.
Ide itu, kata Tjahjo, sengaja ia wacanakan karena melihat perguruan tinggi telah menjadi salah satu target untuk disusupi oleh gerakan radikal.
"Karena kampus di beberapa daerah dewasa ini menjadi salah satu target utama paham radikalisme, dan pengendalian kampus ada pada Rektor, maka sah-sah saja peran pemerintahan melakukan deteksi dini demi menjaga stabilitas daerah," kata Tjahjo.
Dalam usulannya, Tjahjo menekankan bahwa pelibatan Presiden tak akan menghapus prinsip demokrasi dalam pemilihan rektor. Sebab, kata dia, Menristekdikti dan senat perguruan tinggi tetap menjadi pemegang kuasa untuk menentukan rektor di salah satu perguruan tinggi.
Jika Presiden dilibatkan, pemilihan rektor nantinya melalui konsultasi antara menteri, senat, dan Presiden. Kerjasama antarlini tersebut dianggap mampu menangkal kemungkinan rektor yang berpaham radikal berkuasa di perguruan tinggi.
"Pada intinya rektor dan pemerintah harus dalam posisi klir untuk mampu deteksi dini dan berani untuk bersikap menangkal paham radikal di daerah dan di kalangan kampus," ujar Tjahjo.