Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohammad Nasir menyatakan pelarangannya terhadap kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) masuk kampus perlu dipahami secara objektif.
Menurut Nasir, pelarangan yang sempat dia lontarkan bukan berarti melarang segala bentuk kegiatan terkait LGBT.
Bagaimanapun, Nasir tetap berpandangan bahwa kampus terbuka lebar untuk segala kajian dan edukasi yang bertujuan untuk membangun kerangka keilmuan, termasuk kajian mengenai LGBT.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Larangan saya terhadap LGBT masuk kampus apabila mereka melakukan tindakan yang kurang terpuji seperti bercinta atau pamer kemesraan di kampus," kata Nasir dalam akun Twitter resmi miliknya, Senin (25/1).
Nasir menyatakan keberadaan kelompok LGBT di Indonesia perlu dikaji secara mendasar oleh para akdemisi, mengingat Indonesia merupakan negara 'berketuhanan' dan menjunjung tinggi 'kemanusiaan' yang adil dan 'beradab'.
Dalam arti lain, kata Nasir, kaum LGBT sebagai warga negara Indonesia perlu mendapat perlakuan yang sama di mata undang-undang.
"Namun ini tidak lantas diartikan negara melegitimasi status LGBT. Hanya hak-haknya sebagai warga negara yang harus dijamin oleh negara," kata Nasir.
Pernyataan Nasir tersebut disampaikan untuk meluruskan sikapnya yang sempat mempertanyakan keberadaan kelompok jasa konseling
Support Group and Resource Center on Sexuality Studies (SGRC) di kampus Universitas Indonesia.
Dalam klarifikasinya, Nasir juga mengatakan kehadiran LGBT di kampus akan berdampak pada kerusakan moral bangsa apabila perilaku dan tindak-tanduk mereka tidak terpuji.
"Mau menjadi lesbian atau gay itu menjadi hak masing-masing individu. Asal tidak mengganggu kondusivitas akademik," kata Nasir.
(gil/agk)