Jakarta, CNN Indonesia -- Mulai tahun ajaran baru 2017/2018 kegiatan belajar-mengajar di semua tingkatan sekolah akan berlangsung selama lima hari.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan sistem tersebut dibuat lantaran sistem kegiatan belajar-mengajar yang saat ini berlaku minimal delapan jam sehari. Sementara standar kerja aparat sipil negara, termasuk guru adalah 40 jam per pekan.
Sofia Hartati Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta mengatakan aturan sekolah libur di hari Sabtu tersebut tidak bisa berlaku untuk semua wilayah di Indonesia. Menurutnya aturan tersebut hanya akan efektif jika diterapkan di wilayah perkotaan saja. Sementara untuk wilayah pedesaan, Sofia menyebut aturan tersebut perlu disesuaikan lagi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau misalnya itu untuk di perkotaan besar saya kira sudah cocok, karena memang juga disesuaikan dengan jam kerja para orang tua. Tapi kalau di pedesaan barang kali menurut saya ini masih sangat situasional," kata Sofia kepada
CNNIndonesia.com, Jumat (9/6).
Sofia mengatakan situasi di perkotaan dan pedesaan itu berbeda, termasuk jam kerja para orang tua. Sebagian besar orang tua di pedesaan, kata Sofia bekerja sebagai petani dan memiliki waktu kerja yang berbeda dengan masyarakat perkotaan.
"Bertani kan jam kerja lebih pendek daripada jam mengantor, misalnya sampai jam 11 atau 12 siang juga sudah kembali ke rumah. Selain itu sabtu dan minggu pun mereka tetap bekerja, bertani. Untuk di desa sangat situasional, tergantung kebutuhan masyarakat, menurut saya perlu diberikan keleluasaan kepada sekolah," ujarnya.
Jam kerja guru yang diatur menjadi 40 jam dalam satu minggu, kata Sofia juga harus ditindaklanjuti dengan perbaikan dan peningkatan fasilitas di sekolah. Hal itu juga diperlukan bagi para siswa, kata Sofia.
Melakukan kegiatan belajar-mengajar selama delapan jam dalam satu hari bisa dikatakan melelahkan, sehingga menurut Sofia, efektif atau tidaknya delapan jam tersebut juga dipengaruhi oleh fasilitas yang tersedia di sekolah masing-masing.
Selain itu, untuk tingkat Sekolah Dasar, lanjut Sofia, dalam delapan jam belajar di sekolah tersebut harus bisa diselingi dengan waktu bermain.
"Harus dicatat sekolah yang efektif itu belajar seriusnya tidak boleh ada yang sampai berjam-jam, apalagi anak SD. Anak SD 30 menit sekali belajar ya sudah, setelah itu main lagi, nanti masuk lagi belajar," ujar Sofia.
Bagi orang tua yang tinggal di perkotaan, menurut Sofia juga harus bisa memanfaatkan dua hari libur tersebut untuk bisa berkomunikasi dan berkumpul dengan anak.
"Sebagai orang tua yang sibuk, dua hari iru menurut saya untuk berkomunikasi, berkumpul dengan anak itu luar biasa. Dalam perspektif ideal bisa dimanfaatkan untuk jalan-jalan, makan bersama, ngobrol. Asal orang tua juga menyadari bahwa pendidikan itu juga tanggung jawab orang tua," kata Sofia.
Penyesuaian sekolahSenada dengan Sofia, Bernadetta Nataliana guru SMP Negeri 2 Sedayu, Bantul juga mengatakan aturan tersebut tidak bisa diterapkan di semua sekolah.
Hal ini karena lantaran tidak semua sekolah memiliki fasilitas yang baik untuk bisa mendukung penerapan sekolah lima hari tersebut. Bahkan Lia mengaku, sekolah tempatnya mengajar saja mungkin tidak siap dengan aturan tersebut, karena tidak memiliki fasilitas dan daya dukung yang dibutuhkan.
"Mungkin bisa dilakukan di sekolah favorit, sekolah di kota yang mempunyai fasilitas dan daya dukung dari orang tua," katanya.
Selain itu, kata Lia kegiatan belajar yang berlangsung selama delapan jam dalam satu hari tersebut membutuhkan konsentrasi ekstra, tenaga ekstra, bahkan uang saku ekstra bagi para siswa.
Meski begitu, sebagai guru, Lia mengaku siap dan setuju jika aturan tersebut diterapkan.
"Tapi sebagai guru, saya siap dan setuju. Kalau Sabtu libur, waktunya juga bisa (saya) manfaatkan dengan anak," ujarnya.