Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih mengkaji keabsahan Panitia Khusus (Pansus) Angket KPK yang terus berjalan di DPR, sebelum mengeluarkan sikap resmi atas hal tersebut. Salah satu ahli yang diundang untuk mengkaji adalah guru besar Universitas Krisnadwipayana, Indriyanto Seno Adji.
Indriyanto merupakan mantan Pelaksana Tugas (Plt) Pimpinan KPK pada 2015 lalu. Dia juga adalah ahli hukum pidana. Indriyanto malang melintang di dunia hukum Indonesia, dan pernah menjadi kuasa hukum keluarga Cendana.
"Salah satu ahli yang kita ajak diskusi dan kita undang juga minggu ini adalah Prof Indriyanto Seno Aji," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Senin (12/6).
Febri menyatakan, kehadiran Indriyanto sebagai ahli hukum pidana diharapkan dapat menjelaskan secara tuntas, apakah bukti-bukti dalam pengusutan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP dapat dibuka di luar persidangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Beliau tentu bisa menjelaskan secara clear tentang apakah bukti-bukti yang ada di persidangan itu kemudian atau dalam proses penyidikan KPK kemudian bisa dibuka di luar proses persidangan atau di proses politik itu (Pansus Angket KPK). Itu yang menjadi concern kami saat ini," ujarnya.
Febri memastikan, kajian pihaknya soal keabsahan Pansus Angket KPK yang digulirkan anggota dewan itu akan segera dirampungkan. Pasalnya, KPK memiliki kepentingan terhadap rencana wakil rakyat yang sudah mulai berjalan itu.
"Secepat mungkin akan kita selesaikan karena KPK juga punya kepentingan. Dan kini demi kepastian hukum, juga apa yang akan kita lakukan ke depan," tuturnya.
Tolak Komentari MasintonLebih lanjut, Febri enggan mengomentari pernyataan anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP Masinton Pasaribu, yang menyebut Ketua KPK Agus Rahardjo terlalu berlebihan atau 'lebay' lantaran berharap Presiden Joko Widodo mengambil sikap atas Pansus Angket KPK di DPR.
Menurut Febri, KPK saat ini fokus menjalankan kewenangannya sesuai Undang-Undang Nomor 30/2002 tentang KPK dan Undang-Undang Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Terkait dengan banyak pernyataan-pernyataan yang lain, bagi KPK kita fokus pada kewenangan KPK dan apa yang akan kita lakukan ke depan sepanjang sesuai UU yang berlaku," ujarnya.
Febri menambahkan, pada dasarnya lembaga antirasuah ini tak pernah menolak untuk diawasi dalam menjalankan tugasnya, bila hal itu sesuai dengan koridor yang ada.
"Bahkan kalau DPR mengundang RDP di Komisi III kita akan datang dan kita sampaikan apa yang diminta dan masuk-masukkan yang ingin diberikan," kata Febri.